Jakarta – Anggota Komisi VIII DPR RI, KH. Maman Imanulhaq, menyerukan agar generasi muda menjadi influencer kerukunan untuk menangkal derasnya arus ujaran kebencian dan polarisasi sosial di dunia digital.
Anak muda zaman sekarang harus jadi influencer kerukunan. Jangan ikut menyebar hoaks, fitnah, atau kebencian yang justru merusak bangsa
Seruan ini disampaikan dalam kegiatan Workshop 'Peran Pemuda Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama' di Pesantren Ekologi Al-Mizan, Wanajaya.
Dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat, 7 November 2025, Kiai Maman menegaskan bahwa peran pemuda saat ini tidak boleh lagi sekadar menjadi pengguna media sosial yang pasif, melainkan harus mengambil peran aktif sebagai pembawa pesan damai dan perekat keberagaman.
“Anak muda zaman sekarang harus jadi influencer kerukunan. Jangan ikut menyebar hoaks, fitnah, atau kebencian yang justru merusak bangsa. Jadikan media sosial sebagai ruang dakwah yang mencerdaskan dan menyejukkan,” ujar Kiai Maman, yang juga merupakan Pengasuh Pesantren Al-Mizan dan tokoh muda Nahdlatul Ulama.
Ajakan ini disampaikan di tengah data Kementerian Agama RI tahun 2024 yang menunjukkan adanya tantangan baru.
Meskipun Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) nasional meningkat menjadi 77,8 poin, tingkat penyebaran konten intoleran di media sosial di Jawa Barat justru melonjak hingga 24 persen dalam dua tahun terakhir.
“Kalau dulu dakwah dilakukan lewat mimbar dan majelis taklim, sekarang lewat TikTok, Instagram, dan YouTube. Pemuda harus paham bagaimana berdakwah di ruang digital tanpa kehilangan akhlak dan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin,” tambahnya.
Pendeta Yayan Heriyanti dari Komunitas Kumpparan Majalengka yang turut hadir mengapresiasi langkah Kiai Maman.
Menurutnya, Kiai Maman telah memberikan teladan nyata dalam membangun dialog lintas iman.
“Kiai Maman memberi teladan nyata bagaimana tokoh agama bisa menjadi jembatan, bukan tembok. Kami di komunitas lintas iman merasa dihargai, diajak bicara, dan didorong untuk bersama-sama menjaga kerukunan,” ujar Pendeta Yayan.
Acara yang dihadiri oleh perwakilan dari kalangan pesantren, guru, komunitas lintas agama, serta Fahmina Institute ini menghasilkan komitmen bersama.
Para peserta berkomitmen untuk aktif memproduksi konten positif, mengedukasi warganet tentang moderasi beragama, dan bersama-sama melawan narasi kebencian di media sosial.[]