GOWA - Pengadilan Negeri Sungguminasa menggelar sidang kasus produksi palsu terhadap empat terdakwa yakni eks Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar Andi Ibrahim, Muh Syahruna, Ambo Ala dan Jhon Biliater Panjaitan. Dalam persidangan terungkap uang palsu buatan terdakwa Muh Syahruna ternyata lolos pemeriksaan mesin pendeteksi.
JPU Kejari Gowa Aria Perkasa yang membacakan dakwaan di depan Hakim Ketua yakni Dyan Martha Budhinugraeny menyebut terdakwa Andi Ibrahim bersama Muh Syahruna, Ambol Ala, dan Jhon Biliater Panjaitan melakukan tindak pidana memproduksi dan menjual uang palsu rupiah pada September - November 2024. Dalam dakwaan yang dibacakan terdapat dua lokasi produksi uang palsu yakni di Jalan Sunu, Kelurahan Swangga, Kecamatan Tallo dan Perpustakaan UIN Alauddin Makassar.
"Terdakwa Andi Ibrahim bersama-sama dengan Muh Syahruna dan Ambo Ala melakukan perbuatan yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan dan atau mendistribusikan mesin peralatan alat cetak atau alat lainnya untuk membuat uang palsu," ujarnya di Ruang Sidang Kartika Pengadilan Negeri Sungguminasa, Selasa (29/4/2025)
Aria menjelaskan produksi uang palsu berawal pada Mei 2024, di mana terdakwa Andi Ibrahim bertemu dengan Annar Salahuddin Sampetoding. Dalam pertemuan tersebut, Andi Ibrahim menyampaikan kepada Annar terkait mencari donatur untuk maju di Pilkada Barru sebagai calon bupati.
"Kemudian setelah berbincang, saksi Annar Salahuddin Sampetodding mengarahkan Andi Ibrahim untuk bertemu dengan Muh Syahruna dan menyampaikan butuh anggaran untuk maju Bupati Barru," tuturnya.
Selanjutnya, kata Aria, terdakwa Syahruna bisa membantu terkait keinginan Andi Ibrahim. Selanjutnya, Andi Ibrahim dan Muh Syahruna berkomunikasi melalui telepon.
"Kemudian pada Juni 2024, terdakwa Andi Ibrahim menghubungi Muh Syahruna dan kembali bertemu kemudian membahas tentang kerja sama pembuatan uang kertas rupiah palsu," bebernya.
Pada saat pertemuan dengan Muh Syahruna, Andi Ibrahim ditemani seseorang bernama Hendra. Pada pertemuan tersebut Hendra membawa uang palsu sebesar Rp5 juta dengan pecahan Rp50 ribu.
"Kemudian terdakwa Andi Ibrahim dan Annar bersama Syahruna dan Hendra bekerja sama dalam pembuatan uang kertas rupiah palsu," sebutnya.
Pada pertemuan tersebut uang palsu yang dibuat oleh Hendra ternyata tidak lolos pemeriksaan di mesin pendeteksi. Saat itu, mesin berbunyi yang menandakan uang buatan Hendra tidak lolos mesin pendeteksi.
"Kemudian Muh Syahruna memasukkan uang kertas rupiah palsu dalam mesin yang sama. Mesin tersebut tidak berbunyi dan menandakan uang kertas rupiah palsu buatan dari Muh Syahruna dapat menyerupai uang asli," sebutnya.
Dalam dakwaan tersebut, JPU juga mengungkapkan bahwa Hendra sempat merekam pertemuan dan pengecekan uang palsu tersebut. Rekaman terserbu pun sempat tersebar luas sehingga kerja sama dibatalkkan.
"Selanjutnya pada bulan September 2024, terdakwa Andi Ibrahim menawarkan kepada Muh Syahruna untuk mengajukan pembuatan uang kertas rupiah palsu dan memberikan modal untuk membeli bahan sebesar Rpp4 juta," sebutnya.
Uang modal tersebut dikirimkan Andi Ibrahim ke nomor rekening istri Muh Syahruna. Uang modal Rp4 juta digunakan oleh Muh Syahruna untuk membeli bahan pembuatan uang rupiah palsu.
"Setelah menerima dana tersebut, Muh Syahruna membeli bahan untuk membuat uang kertas rupiah palsu. Seperti tinta sablon dan tinta printer," ungkapnya.
Sementara alat lainnya seperti komputer, printer dan kertas berasal dari Annar Salahuddin Sampetoding. Dalam persidangan, terungkap Muh Syahruna mencetak uang palsu di rumah milik Annar Salahuddin Sampetoding.
"Awalnya Muh Syahruna mencetak uang kertas rupiah palsu di rumah Annar yang terletak di Jalan Sunu dan dibantu oleh John Biliater Panjaitan," sebutnya.
Aria dalam dakwaan juga mengungkapkan Annar yang tidak ingin ada mesin cetak di rumahnya. Selanjutnya, Muh Syahruna merekomendasikan kepada Andi Ibrahim untuk menyewa ruko.
"Akan tetapi terdakwa Andi Ibrahim tidak memiliki modal. Maka kemudian Andi Ibrahim yang menjabat sebagai Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar menyampaikan untuk memindahkan alat pembuatan uang kertas rupiah palsu ke Gedung Perpustakaan Kampus UIN Alauddin Makassar," kata JPU dalam persidangan.
Selanjutnya, Andi Ibrahim memerintahkan terdakwa Ambo Ala untuk menyiapkan tempat di dalam Gedung Perpustakaan UIN Alauddin. Saat itu, Ambo Ala menyulap toilet menjadi penyimpanan mesin cetak uang palsu.
"Ambo Ala melakukan kamuflase (ruangan) berupa dinding sekat yang terbuat dari lembaran gypsum. Itu agar mesin cetak dan kegiatan pembuatan uang rupiah palsu tidak terlihat serta tidak didengar oleh staf maupun mahasiswa yang berkunjung di perpustakaan," ungkapnya.
Di saat ruangan sudah siap, Muh Syahruna selanjutnya memindahkan mesin cetak dari rumah Annar Salahuddin Sampetodding ke Perputakaan UIN Alauddin dengan menggunakan truk towing dan mobil forklift bersama Ambo Ala.
"Selanjutnya terdakwa Andi Ibrahim meminta kepada Muh Syahruna agar dibuatkan uang rupiah palsu yang dibantu oleh saksi Ambo Ala. Kemudian Muh Syahruna memberikan uang Rupiah palsu kepada terdakwa Andi Ibrahim sebanyak 6400 lembar dengan pecahan uang Rp100 ribu dengan total senilai Rp640 juta," kata Aria.
Dalam dakwaan juga terungkap Muh Syahruna melakukan empat kali penyerahkan uang palsu kepada Andi Ibrahim. Penyerahan pertama dilakukan pada November 2024 sebanyak 400 lembar uang palsu pecahan Rp100 ribu dengan total Rp40 juta.
"Saat itu Muh Syahruna diberi upah Rp2 juta dari Andi Ibrahim yang dikirim melalui rekening istri Muh Syahruna. Kedua pada pertengahan November 2024, Muh Syahruna kembali menyerahkan hasil produksi uang palsu kepada Andi Ibrahim sebanyak 1.500 lembar pecahan Rp100 ribu.
"Uang diserahkan Muh Syahruna kepada terdakwa Andi Ibrahim di Perpustakaan UIN Alauddin Makassar. Di situ Muh Syahruna mendapatkan upah sebesar Rp4 juta," ujarnya.
Selanjutnya, pada tanggal 26 Novermber 2024, Syahruna kembali menyerahkan uang palsu kepada Andi Ibrahim sebanyak 2.500 lembar atau nominal Rp250 juta. Tiga hari berselang, Muh Syahruna kembali menyerahkan uang palsu sebanyak 2 ribu lembar dengan pecahan Rp100 ribu di Perpustakaan UIN Alauddin.
"Selanjutnya terdakwa Andi Ibrahim memberikan kepada saksi Mubin Nasir yang merupakan honorer di kampus UIN Alauddin Makassar sebanyak Rp1 juta uang palsu," kata dia.
Andi Ibrahim memerintahkan Mubin Nasir untuk melakukan uji coba dengan membelanjakan uang palsu tersebut di toko kelontong. Saat itu, Mubin Nasir membelanjakan uang palsu tersebut sebanyak empat kali.
"Selanjutnya, terdakwa Andi Ibrahim mengarahkan kepada Mubin Nasir untuk mencari orang yang mau membeli atau menukar uang rupiah palsu dengan sistem 1 banding 3," kata dia.
Aria mengungkapkan Andi Ibrahim menyerahkan uang palsu sebanyak Rp120 juta kepada Mubin Nasir di Gedung Perpustakaan UIN Alauddin dan Jalan Letjen Hertasning Makassar untuk dijual atau ditukar dengan uang rupiah asli.
"Penyerahan uang palsu dari Andi Ibrahim kepada Mubin Nasir dilakukan sebanyak tujuh kali dengan total Rp257 juta. Dan terdakwa Andi Ibrahim memperoleh keuntungan uang rupiah asli sebesar Rp60,5 juta," bebernya.
Peredaran uang palsu mulai terendus jajaran Kepolisian Resor Gowa pada September 2024. Saat itu, Polres Gowa menangkap Mubin Nasir.
"Setelah dilakukan pengembangan kasus kemudian, Mubin Nasir menunjuk terdakwa Andi Ibrahim sebagai pihak yang terlibat. Kemudian Polres Gowa melakukan penggeledahan perpustakaan kampus UIN Alauddin Makassar dan menemukan uang rupiah palsu pecahan Rp100 ribu sebanyak kurang lebih Rp450 juta," kata Aria.
Selain itu, jajaran Polres Gowa juga menyita berbagai alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan uang palsu. Aria menyebut perbuatan Andi Ibrahim diancam pidana melanggar pasal 37 ayat 1 Undang Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang mata uang juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP subsidaer pasal 37 ayat 2 Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
"Atau dakwaan kedua primer bahwa perbuatan terdakwa Andi Ibrahim diancam pidana melanggar pasal 36 ayat 1 Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang juncto pasal 55 ayat 1 ke1 KUHP subsidaer pasal 36 ayat 2 Undang Undang RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP," ucapnya.
Sementara Penasihat Hukum Andi Ibrahim Alwi Wijaya mengaku tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan JPU terhadap kliennya. Ia menyebut dakwaan JPU sudah sesuai dengan BAP dari Polres Gowa.
"Kami berdasar bahwa dakwaan tadi yang dibacakan JPU, itu sesuai dengan berita acara yang sudah ditandatangani di Polres Gowa kemarin. Sehingga semua waktu mau ditandatangani dakwaan sehingga kami menyatakan tidak keberatan dengan itu (dakwaan JPU)," kata dia.
Alwi mengaku sudah menyiapkan dua saksi yang akan meringankan kliennya. Salah satu saksi yang akan dihadirkan merupakan saksi ahli.
"Dia akan membicarakan keahliannya masalah apakah uang palsu ini memang bisa dibelanjakan sesuai asli atau tidak. Karena ada uang palsu itu kan, ada dibelanjakan, ada juga yang setelah masuk di mesin, dia bunyi, dianggap itu palsu," ucapnya.[]
Uang Palsu Produksi UIN Alauddin Lolos Pemeriksaan Mesin Pendeteksi
Eks Kepala Perpustakaan UIN Alauddin Makassar Andi Ibrahim saat menjalani sidang perdana kasus produksi uang palsu di PN Sungguminasa.(Alur)
Komentar Anda