Mirzatami hingga Danes Rabani Hadir di Program Main-Main di Cipete Volume ke-22

Dokumentasi Main-Main di Cipete Vol.22. (Foto: I Wayan Bagiartana)

Jakarta - Senin malam itu, Cipete kembali bergemuruh oleh alunan suara, tawa, dan tepuk tangan. Casatopia Cafe, yang biasanya tenang di sudut Jakarta Selatan, berubah menjadi ruang penuh warna ketika Main-Main di Cipete Volume ke-22 digelar. Tidak ada lampu sorot berlebihan, tidak ada tiket masuk yang membatasi, hanya musik dan orang-orang yang datang untuk merayakannya.

Eno Suratno Wongsodimedjo, sosok yang dikenal sebagai penggiat budaya dan penutur kisah, memandu malam tersebut dengan sentuhan khasnya, tenang tapi menggugah. Di bawah naungan program dari Reallist Management, Main-Main di Cipete kembali menjadi tempat tumbuhnya musik yang tak terikat arus utama.

Celupan Pertama membuka malam dengan cara yang tak terduga. Lewat lagu-lagu seperti Jet Pribadi dan Jakarta Bandung, mereka mengajak penonton tertawa sekaligus berpikir. Kata-kata tajam dibalut aransemen santai, seolah menggoda kenyataan yang kita hadapi sehari-hari.

Danes Rabani hadir dengan semangat muda yang menyala. Ia membawakan Remember, Siasat Jitu, dan memperkenalkan lagu barunya Sunny yang baru saja keluar. Penonton pun larut dalam energi yang ia tebarkan—campuran pop, optimisme, dan kerinduan yang tak terucap.

Six Sound Project dari Bandung membawa angin segar. Dengan formasi lengkap, mereka menyanyikan lagu-lagu yang berbicara tentang cinta yang terlambat dan salah paham yang menyakitkan. Musik mereka elegan, menyentuh, dan terasa dekat—seperti memeluk memori yang lama tertinggal.

Kemudian suasana berubah saat Mirzatami melangkah ke panggung. Duet antara Charita Utami dan Yudhistira Mirza bukan sekadar pertunjukan, tapi sebuah ritual kecil. Lagu-lagu seperti Sadar Sandar dan Usai Usia membawa penonton masuk ke ruang refleksi, di mana keindahan dan kesedihan berjalan beriringan.

Muthia Nadhira menutup malam dengan lembut namun tegas. Jazz-pop mengalun melalui Disclosure dan Simpan Saja, menyelimuti ruangan dengan emosi yang kaya. Dengan latar teater, ia tahu bagaimana menyampaikan perasaan—bukan hanya lewat suara, tetapi gerak dan tatapan.

Main-Main di Cipete bukan sekadar panggung. Ia adalah tempat di mana musik menjadi bahasa bersama, tanpa batas usia dan genre. Volume ke-22 ini adalah bukti bahwa di tengah hiruk pikuk kota, kita masih punya ruang untuk mendengar, merasa, dan bertumbuh bersama. []

Komentar Anda