LSM Ayo Indonesia Sosialisasi Perubahan Iklim di Kecamatan Ruteng

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yayasan Ayo Indonesia melaksanakan sosialisasi perubahan iklim di Manggarai, Jumat 20 Mei 2022. (Foto: Alur/Isno)

Ruteng - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yayasan Ayo Indonesia melaksanakan sosialisasi perubahan iklim yang berdampak pada penurunan hasil pertanian, di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kegiatan tersebut dengan tema: Desimenasi Kajian Baseline Perubahan Iklim dan Dampaknya kegiatan itu dilaksanakan di Cancar, Kecamatan Ruteng, Jumat 20 Mei 2022. 

Yayasan Ayo Indonesia memberikan edukasi kepada Ketua Kelompok Tani dan kader perempuan serta pemerintah desa, tentang bahaya perubahan iklim.

Narasumber sosialisasi tersebut yakni, Direktur Yayasan Ayo Indonesia, Tarsisius Humarli, Kabid Perencanaan Dinas Pertanian Manggarai, Venansius K. Ngabut, dan perwakilan BMKG Provinsi NTT

Kegiatan ini dijalankan oleh gerakan koalisi pangan baik sebagai bagian dari kegiatan koalisi Voices for Just Climate Action (VCA) Indonesia yang dikomando oleh Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Hivos).

Direktur Tarsisius Humarli menjelaskan, perubahan iklim di NTT, telah menjadi ancaman serius. Namun, kemampuan adaptasi perubahan iklim masyarakat masih terbatas. 

Besarnya dampak perubahan iklim pada kenyataannya belum cukup mendorong lahirnya kesadaran dan aksi kolektif masyarakat, untuk melakukan adaptasi. Pada tingkat individu, kesadaran dan kapasitas ini sering kali dipengaruhi persepsi yang dibentuk keterpaparan informasi perubahan iklim.

Perubahan iklim telah menyebabkan peningkatan variabilitas iklim di NTT, dengan mempengaruhi kejadian El Nino dan La Nina, serta menyebabkan musim kemarau yang lebih panjang dan jumlah hari hujan yang lebih sedikit. Pada 2015, Badan Penanggulangan Bencana NTT melaporkan 20 dari 22 kabupaten di NTT, dilanda kekeringan dan belum pulih.

Kekeringan telah mengeringkan lahan dan ketersediaan air menurun, menjadikan 10 kabupaten sebagai prioritas nasional menurut sistem Pemantauan Ketahanan Pangan Indonesia. Kabupaten prioritas adalah kabupaten yang tidak mendapat hujan lebih dari 60 hari, dan tingkat kemiskinan di atas 20%.

“Sudah saatnya kita mulai memperhatikan isu yang sudah lama ada, tapi masih sedikit saja orang-orang yang memperhatikan. Nah, kami mengajak orang-orang yang punya kewenangan secara kelembagaan, untuk memperhatikan isu perubahan iklim ini,” kata Tarsisius.

Dirinya juga mengatakan, bagi masyarakat umum, informasi tentang bahaya perubahan iklim merupakan hal yang baru. Namun pada kenyataannya, hal ini merupakan isu yang sudah lama dan penting untuk diketahui oleh masyarakat.

"Belum banyak orang yang membicarakannya, dan kami mulai hal itu, tapi kami tidak bisa sendiri. Kami mulai mengajak orang-orang untuk membicarakan hal itu secara bersama-sama,” imbuhnya.

Setiap orang, baik di lingkup kerja atau pada wilayah tugas masing-masing, harus terlibat. Mulai dari pemerintah daerah, pemerintah desa dan elemen lainnya. Pemerintah daerah mencari solusi, tentang bagaimana mengatasi dampak perubahan iklim. Sementara pemerintah desa memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakatnya.

“Tujuan kami adalah, bagaimana caranya supaya semua pihak memberikan perhatian terhadap tema perubahan iklim ini, sebagai tema yang penting seperti stunting dan lainnya,” katanya.

Tarsisius menegaskan, hasil survei menunjukkan, perubahan iklim berdampak terhadap perubahan kehidupan masyarakat, terutama di bidang pertanian dan sosial ekonomi

“Dari sekarang, semua orang terutama pemerintah yang punya sumber daya, dan pemerintah desa yang diberi mandat untuk bicarakan hal itu. Tidak perlu teori, praktik lapangan jauh lebih penting,” tandasnya.

Akibat dari perubahan iklim, masyarakat mengalami mono-konsumsi ke beras. Hal ini berdampak pada akses dan cadangan pangan masyarakat.

Masyarakat yang tadinya memiliki kecukupan konsumsi melalui hasil panennya sendiri, saat ini harus membeli dari luar, agar cukup hingga musim panen selanjutnya.

Hasil survei yang dilakukan Yayasan Ayo Indonesia, beberapa wilayah pertanian yang sangat terdampak akibat perubahan iklim antara lain; Desa Rai dan Desa Goloworok, Kecamatan Ruteng. Desa Tal dan Desa Wewo, Kecamatan Satarmese.

Gregorius Matur, Ketua Kelompok Tani Ca Nai, asa Wela, Desa Goloworok, Kecamatan Ruteng, menjelaskan, perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap hasil pertanian.

Sebagai contoh, awal tahun 2022 cuaca cukup bagus, sehingga kelompoknya menanam sayuran jenis fanbox. Namun, memasuki awal Mei, curah hujan justru semakin tinggi, dan menyebabkan tanaman hancur.

"Untuk satu bulan ke depan, saya tidak bisa panen apa-apa. Ini berarti, perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap menurunnya penghasilan petani,” jelasnya.

Atas persoalan itu, kata dia, pemerintah perlu berkoordinasi dengan BMKG, agar memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang ancaman perubahan iklim. Sehingga, masyarakat menjadi tahu tanaman jenis apa yang bisa ditanam, sesuai kondisi cuaca dan perubahan iklim yang terjadi.

“Yang kami butuh dari pemerintah adalah, diskusi melalui BMKG tentang prakiraan cuaca. Kira-kira apa yang cocok untuk petani tanam di bulan-bulan sekarang ini,” katanya.

Gregorius, kelompok tani dampingan dari Yayasan Ayo Indonesia, sejak tahun 2012 menggunakan pupuk ramah lingkungan atau pupuk organik. Karena itu, Lembaga Ayo Indonesia menobatkan dirinya sebagai petani organik.

Apalagi, permintaan pasar (kebanyakan konsumen) dan mitra, minta sayuran hasil penggunaan pupuk Organik. Sementara di sisi lain, penggunaan pupuk kimia juga berdampak terhadap perubahan iklim. Pupuk kimia juga berdampak buruk terhadap kesehatan manusia.

Sementara Kabid Perencanaan Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai, Venansius K. Ngabut, mengatakan, pemerintah menangkap betul anomali atau perubahan iklim. Sehingga muncul upaya untuk mempertahankan hasil pertanian dengan analisis yang tepat. Bahkan saat ini, pemeritah bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk investor asing.

“Contoh pengembangan kacang tanah dari Dubai oleh investor asing di Kecamatan Ruteng. Kenapa Dinas Pertanian berani? Karena koordinasi dengan BMKG, kita jadi tahu potensi hujan sampai kapan. Dan, mereka setiap bulan kirim buletin, supaya kita tahu informasi dari BMKG,” kata Venansius.

Ke depan kata dia, pemerintah akan terus melakukan koordinasi lebih intens dengan BMKG. Sedangkan kepada pemerintah desa, akan selalu berkoordinasi terkait jenis tanaman yang cocok, sesuai dengan perubahan iklim yang terjadi. Sehingga masyarakat tidak salah menentukan jenis tanaman yang hendak ditanam.

“Setiap kali kita menggunakan pupuk organik, maka itu berdampak langsung pada usia harapan hidup. Sekarang kita bergantung pada usia harapan hidup 65 tahun. Coba kita ke negara yang sudah konsentrasi betul dengan organik, usia harapan hidup itu naik. Ada yang sampai 75 dan 80 tahun,” ungkapnya. []

Komentar Anda