AJI Makassar: Sengketa Jurnalistik Harusnya Pakai UU Pers

Ilustrasi sengketa pers. (Foto: Istimewa)

Makassar - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar mengkritik gugatan perdata terhadap enam media massa di Makassar, yakni Antara News, Terkini News, Celebes News, MakassarToday, Kabar Makassar dan RRI di Pengadilan Negeri (PN) Makassar.

Surat gugatan itu tercatat di PN Makassar tertanggal 31 Desember 2021, dan sejauh ini telah melalui proses persidangan beberapa kali sejak 18 Januari 2022, hingga proses mediasi.

Namun, dalam proses mediasi kedua pihak tidak menemui kesepakatan hingga PN Makassar mengagendakan sidang pembacaan jawaban para tergugat, pada Kamis 12 Mei 2022, pukul 09.00 Wita.

Diketahui, pihak penggugat menggunakan dasar dan alasan melayangkan gugatan yakni pemberitaan yang menyebut M. Akbar Amir bukan keturunan Raja Tallo.

Berita tersebut diperoleh wartawan enam media tersebut dari hasil konferensi pers yang digelar Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (PEKAT) di Hotel Grand Celino Makassar, dimana yang bertindak sebagai narasumber dalam berita, yakni dua orang keturunan langsung dari Raja Tallo, H Andi Rauf Maro Daeng Marewa dan Hatta Hasa Karaeng Gajang, pada 18 Maret 2016.

Upaya konfirmasi juga telah dilakukan pihak media saat itu, namun tidak mendapat respons dari penggugat. Namun, berselang lima tahun lebih, muncullah surat gugatan perdata M. Akbar Amir yang didaftarkan ke PN Makassar.

AJI Makassar menegaskan kasus itu sejak awal sudah salah saat masuk ke pengadilan, karena seharusnya diselesaikan di Dewan Pers.

Ketua AJI Makassar Nurdin Amir mengatakan, menghormati hak penggugat secara perdata. Namun, menurut dia, seharusnya sengketa produk jurnalistik diselesaikan melalui mekanisme Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, bukan dibawa ke ranah hukum.

"Dalam UU Pers ditegaskan bahwa publik yang tak puas atas berita media, silakan menggunakan hak jawab. Kalau itu dianggap belum memadai, bisa mengadukan ke Dewan Pers," kata Nurdin.

Nurdin mengingatkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar untuk melakukan koordinasi atau mengundang saksi ahli dari Dewan Pers setiap kali akan memutuskan kasus yang menyangkut sengketa pemberitaan.

"Keterangan saksi ahli dari Dewan Pers penting agar para hakim mendapatkan gambaran objektif tentang ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," tegasnya.

Selain itu, dalam surat gugatannya, penguggat meminta Pengadilan Negeri Makassar untuk menghukum enam media tersebut dengan membayar ganti rugi senilai lebih dari Rp 100 triliun lebih.

"Gugatan ini tidak masuk akal. Kalau ganti rugi nilainya Rp 100 triliun ini jelas kalau sudah ada niat membangkrutkan dan bisa menghambat pers dalam melakukan melakukan kerja jurnalistik," tegasnya. []

Komentar Anda