Hasil Sensus Penduduk di Sulsel 2020, Angka Kematian Bayi Turun

Kepala BPS Sulsel Suntono saat bertemu Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman. (Foto: Pemprov)

Makassar - Kepala BPS Sulsel Suntono, melaporkan terkait hasil Long Form Sensus Penduduk 2020 Provinsi Sulsel yang secara keseluruhan dinilai baik.

“Karena seluruh parameter demografi di Sulsel secara kesuluruhan baik-baik saja,” sebutnya.

Lebih detail menyampaikan, untuk Total Fertility Rate (TFR)/Angka Kelahiran Total yang merupakan jumlah anak yang dilahirkan hidup oleh seseorang perempuan selama usia suburnya (15-49 tahun) sebesar 2,22 yang berarti hanya sekitar 2 anak yang dilahirkan oleh perempuan selama masa reproduksinya.

Kondisi ini dapat mengakibatkan rasio ketergantungan menjadi lebih rendah dan menciptakan bonus demografi.

“Kalau TFR-nya 2,1 (replacement level), artinya setiap wanita digantikan oleh satu anak perempuannya untuk menjaga kelangsungan pergantian generasi,” sebutnya.

Sedangkan untuk Angka Kelahiran Kasar (CBR) mencapai 17-18 kelahiran hidup diantara 1.000 penduduk Sulsel.

Sedangkan Penurunan Angka Kematian Bayi di Sulsel hampir mencapai 90 persen selama periode lima dekade terakhir.

Angka Kematian Bayi menurun signifikan dari 161 per 1.000 kelahiran hidup pada sensus penduduk 1971 menjadi 18,20 per 1.000 kelahiran hidup tahun 2022.

Hasil lainnya, mayoritas penduduk berumur 15 tahun ke atas berpendidikan SMA, 97,65 persen penduduk bisa menggunakan bahasa Indonesia dan 66,71 persen.

Bisa menggunakan bahasa daerah untuk berkomunikasi dengan keluarga serta 65,47 persen dengan kerabat, 99,31 rumah tangga menempati rumah dengan lantai yang memenuhi syarat ketahanan bangunan.

Ia juga menyampaikan saran agar prestasi Sulsel sebagai lumbung pangan dan surplus beras tetap dapat dipertahankan.

Diantaranya, setelah panen untuk kembali dilakukan penggarapan lahan dengan memanfaatkan sumber daya air yang ada.

Hal ini terkait prediksi BMKG fenomena alam kemarau panjang El Nino yang datang lebih awal.

“Jadi setelah panen, harus bisa digarap, memanfaatkan sumber daya air yang tersisa. Sebab kalau terlambat bisa tidak maksimal hasilnya. Kecuali daerah yang masih banyak potensi air yang dikelola, tapi daerah yang jauh dari sumber air itu nanti akan jadi masalah,” jelas pria yang selanjutnya akan ditugaskan di Pusdiklat BPS RI Jakarta ini. []

Komentar Anda