GMNI dan PMKRI Cabang Ruteng Desak Kapolri Copot Kapolda NTT dan Kapolres Mabar

Ketua GMNI cabang Manggarai, Emanuel Suryadi dan Ketua PMKRI Ruteng, Yohanes Nardi Nandeng. (Foto: Alur/Ist)

Ruteng - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) cabang Manggarai dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Ruteng, mendesak Kapolri untuk segera mencopot Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan Kapolres Manggarai Barat (Mabar).

Desakan GMNI dan PMKRI merespon terkait tindakan represif yang dilakukan oleh aparat keamanan terhadap aktivis di Labuan Bajo, pada 1 Agustus 2022.

"Represif dan penangkapan aktivis adalah bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi yang dilindungi Undang-Undang," kata Emanuel Suryadi ketua GMNI cabang Manggarai.

Oleh karena itu, GMNI mendesak Kepolisian Resort Mabar, untuk segera membebaskan para aktivis yang sementara ditahan. Menurut Emanuel, penangkapan itu sangat otoriter karena tidak memiliki alasan pelanggaran hukum yang jelas.

Senadan dengan GMNI, Ketua PMKRI cabang Ruteng, Yohanes Nardi Nandeng juga mengutuk keras tindakan represif aparat kepolisian dalam mengamankan massa aksi demonstrasi.

"Kami mendesak Kapolri untuk mencopot Kapolda NTT dan Kapolres Manggarai Barat, karena tidak mengedepankan pendekatan humanis dalam merespon sikap protes masyarakat terhadap kebijakan pemerintah," kata Yohanes Nardi Nandeng.

Dia mendesak, Kapolri segera memerintahkan Kapolda NTT untuk menarik aparat Polda NTT yang dikerahkan ke Labuan Bajo.

Pengerahan aparat bersenjata laras panjang dalam jumlah banyak adalah sikap yang terlalu berlebihan dalam menanggapi aksi protes masyarakat. Apalagi, Labuan Bajo bukanlah wilayah rawan konflik.

Pemerintah juga diminta agar lebih peka terhadap kebutuhan masyarakat. Penolakan aktivis dan pegiat wisata di Labuan Bajo, terhadap kenaikan tiket Taman Nasional Komodo (TNK), sangatlah beralasan.

PMKRI menilai kebijakan kenaikan harga tiket masuk ke TNK sebesar Rp 3.75 juta tidak manusiawi dan brutal dalam kondisi pandemi.

Apalagi rencana pengelolaannya diserahkan kepada PT Flobamora, yang berpotensi memonopoli pariwisata di Labuan Bajo.

"Kehadiran PT Flobamora diduga hanya sebagi corong elit tertentu dalam upaya privatisasi. Sebab keberadaan PT Flobamora sendiri, tidak memiliki urgensitas dalam upaya konservasi, yang sebetulnya masih bisa dilakukan oleh BTNK," ujar Eman sapaan akrabnya, kepada Alur.id, Selasa 2 Agustus 2022.

GMNI cabang Manggarai, dan PMKRI Ruteng, mendesak pemerintah Pemprov NTT untuk membatalkan kebijakan kenaikan tarif tiket masuk TNK yang dinilai sangat tidak wajar. []

Komentar Anda