Lakpesdam PBNU-Pemkab Majalengka Kolaborasi Bangun Sistem Perlindungan PMI

Kick Off Forum Multi Stakeholder Penguatan Pelindungan PMI Berbasis Komunitas dan Perlindungan Perempuan & Anak, yang digelar di Hotel Fitra pada Senin, 17 November 2025.(Foto:Istimewa)

Jakarta – Kabupaten Majalengka mengambil langkah strategis untuk memperkuat perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) serta keluarga yang ditinggalkan, khususnya perempuan dan anak.

Dengan tingginya mobilitas PMI asal Majalengka, perlindungan tidak bisa berjalan sektoral, melainkan membutuhkan pola kolaborasi berkelanjutan

Langkah ini diwujudkan melalui Kick Off Forum Multi Stakeholder Penguatan Pelindungan PMI Berbasis Komunitas dan Perlindungan Perempuan & Anak, yang digelar di Hotel Fitra pada Senin, 17 November 2025. 

Forum kolaboratif yang diinisiasi Lakpesdam PBNU, Dinas Tenaga Kerja, Koperasi dan UKM Kabupaten Majalengka, serta jejaring aktivis PMI ini bertujuan membangun ekosistem migrasi yang aman dan manusiawi di daerah dengan mobilitas PMI yang tinggi.

Direktur Eksekutif Lakpesdam PBNU, Asrul Raman, dalam sambutannya menekankan bahwa perlindungan PMI hanya akan efektif jika melibatkan komunitas sebagai basis utama.

“Upaya edukasi, pengawasan, dan pendampingan tidak bisa sepenuhnya dibebankan pada lembaga formal, tetapi harus ditopang jejaring masyarakat yang memahami dinamika di lapangan,” ujarnya.

Pernyataan senada disampaikan Kepala Dinas Tenaga Kerja, Koperasi dan UKM Majalengka, H. Arif Daryana. Ia menegaskan pentingnya sinergi lintas lembaga.

“Dengan tingginya mobilitas PMI asal Majalengka, perlindungan tidak bisa berjalan sektoral, melainkan membutuhkan pola kolaborasi berkelanjutan,” tegasnya.

Soroti Kerentanan Perempuan dan Anak

Dalam sesi talkshow bertema “Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Ekosistem Migrasi Aman,” Ketua PC Fatayat NU Majalengka, Nyai Hj. Upik Rofiqoh, menyoroti kerentanan yang dihadapi keluarga PMI.

“Ketika salah satu anggota keluarga bekerja di luar negeri, perempuan dan anak sering kali menjadi kelompok paling rentan yang membutuhkan dukungan dan edukasi berkelanjutan,” paparnya.

Nyai Hj. Upik lebih lanjut mengungkapkan berbagai persoalan yang masih ditemui di masyarakat, seperti kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual pada anak, dan pernikahan anak.

Ia menekankan pentingnya langkah pencegahan praktis.

“Edukasi ‘tubuhku milikku’, komunikasi sehat antara orang tua dan anak, serta pengawasan aktivitas digital adalah bentuk pencegahan yang dapat dilakukan. Pemberdayaan perempuan dan pendampingan psikologis harus berjalan paralel dengan upaya perlindungan PMI,” jelasnya.

Forum ini kemudian menghasilkan komitmen bersama untuk memperluas advokasi dan mempercepat mekanisme rujukan jika terjadi kasus kekerasan atau pelanggaran hak PMI.

Keterlibatan ormas perempuan seperti Fatayat NU dinilai krusial sebagai detektor awal karena kedekatannya dengan komunitas di level desa.

Kick Off ini menegaskan bahwa perlindungan PMI dan perlindungan perempuan serta anak adalah dua hal yang saling terkait dan mempengaruhi.

Ketahanan keluarga menjadi fondasi utama agar migrasi tidak menimbulkan dampak sosial yang dalam.

Dalam penutupnya, Nyai Hj. Upik Rofiqoh berpesan, “Ini bukan hanya acara seremonial, tetapi ikhtiar bersama untuk memastikan setiap PMI, setiap perempuan, dan setiap anak mendapatkan perlindungan yang layak.”

Forum ini diharapkan menjadi langkah awal konsolidasi menuju sistem perlindungan yang lebih adil dan komprehensif.[] 

Komentar Anda