Rapat BAP DPD RI Memanas, Penrad Siagian Sentil PTPN Bilang Negara Tak Boleh Salah

Anggota BAP DPD RI, Pdt. Penrad Siagian. (Foto:Nando/Alur)

Jakarta — Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait sengketa lahan yang melibatkan Forum Kaum Tani Laucih (FKTL) dengan PTPN II beserta anak perusahaannya, PT Nusa Dua Bekala dan PT Propernas.

Di beberapa daerah mengatakan ‘kami tidak masuk hutan, hutan yang masuk perkampungan kami!’ Kampung mereka dihutankan! Tiba-tiba di dalam peta, kampung menjadi hutan. Enggak dianggap manusia ada di situ!

Rapat yang berlangsung di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 14 Juli 2025, itu turut dihadiri perwakilan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan PT Timah Tbk.

Suasana rapat memanas ketika Anggota BAP DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, melontarkan kritik keras terhadap perwakilan PTPN.

Dalam forum tersebut, Penrad menyoroti kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat.

Ia menegaskan bahwa konflik agraria yang berlarut-larut terjadi akibat keputusan yang tidak bijak, terutama terkait penetapan lahan perkampungan menjadi Hak Guna Usaha (HGU).

“Kalian buat semua petak-petak republik ini. Perkampungan dijadikan HGU! Enggak boleh begitu!” tegas Penrad dengan suara meninggi, seperti mengutip keterangan tertulisnya, Kamis, 17 Juli 2025.

Ia mempertanyakan keadilan bagi rakyat kecil yang lahannya diambil alih, padahal mereka telah menempati kawasan tersebut turun-temurun.

“Kalau legal formal jadi dasar kita, bagaimana rakyat bisa menang, walaupun kampungnya diambil jadi HGU! Bagaimana rakyat bisa menang!” katanya.

Penrad menambahkan, banyak warga tidak memiliki sertifikat tanah bukan karena kehendak sendiri, tetapi karena status kawasan yang sengaja ditetapkan sebagai hutan oleh pemerintah.

“Surat tanah mereka enggak punya karena apa? Mereka tidak bisa mengurus tanah, karena tanah yang ditinggali sejak nenek moyang mereka berstatus hutan! Siapa yang bertanggung jawab di republik ini!” serunya.

Ia juga menyoroti ironi di sejumlah daerah, di mana penduduk justru merasa perkampungan mereka dihutankan secara sepihak.

“Emangnya rakyat bisa bilang itu hutan apa tidak! Di beberapa daerah mengatakan ‘kami tidak masuk hutan, hutan yang masuk perkampungan kami!’ Kampung mereka dihutankan! Tiba-tiba di dalam peta, kampung menjadi hutan. Enggak dianggap manusia ada di situ!” ujar Penrad.

Ketegangan semakin meningkat ketika Penrad melontarkan pertanyaan mengenai keabsahan kebijakan HGU.

“Kalau kampung atau rumah Anda dijadikan HGU, bagaimana!” katanya kepada para pihak yang hadir.

Dalam forum itu, Penrad juga meminta seluruh proses penggusuran lahan masyarakat FKTL oleh PTPN II dan anak perusahaannya dihentikan sampai Tim Investigasi Independen dibentuk.

Ia menekankan penghentian aktivitas tersebut merupakan rekomendasi resmi BAP DPD RI yang wajib dilaksanakan.

“Semua bentuk okupasi, proses penggusuran harus dihentikan sampai dibentuk tim investigasi. Kalau itu rekomendasi, harus dipatuhi. Forum ini forum konstitusional. Kalian telepon itu Propernas, berhenti dulu karena secara konstitusional kita sedang membahas ini,” tegasnya.

Penrad mengingatkan agar tidak ada pihak melanggar kesepakatan rapat tersebut.

“Kalau nanti saya tahu masih berjalan, artinya ada yang tidak menjalankan mandat konstitusional pertemuan kita ini,” ujarnya.

Perdebatan semakin memanas ketika Penrad mempertanyakan alasan penetapan kampung menjadi HGU.

Direktur Hubungan Kelembagaan PTPN I, Tio Handoko, berupaya menjelaskan bahwa penetapan HGU merupakan amanah undang-undang.

Namun jawaban tersebut langsung disanggah keras oleh Penrad.

“Kenapa di HGU kan itu kampung?” tanya Penrad.

“Karena itu dinasionalisasi amanah undang-undang,” jawab Tio.

Penrad pun membalas, “Salah itu, pak. Karena itu kita di sini membenarkan yang salah.”

Tio Handoko kemudian menegaskan, “Enggak bisa kita salahkan negara (PTPN).”

Penrad langsung memotong, “Loh! Ini keterlaluan! Masa (negara/PTPN) enggak boleh salah katanya! Kita di sini untuk meluruskan tentang kedaulatan rakyat, tentang republik ini kenapa didirikan.”

Penrad menegaskan bahwa penetapan kampung menjadi HGU harus dikoreksi. Ia menilai kebijakan yang memanfaatkan payung hukum untuk melegitimasi penguasaan lahan rakyat adalah bentuk ketidakadilan yang harus diluruskan.

“Kampung di HGU kan, benar enggak itu. Kalau itu sudah keputusan negara, kita luruskan yang salah! Anda tahu tidak kampung? Ada masyarakat dan pemukiman di situ, tiba-tiba di HGU kan kampungnya. Nah, itu salah mari kita rasionalisasi kesalahan itu, kita tertibkan, kita benarkan,” ujarnya.

Menurut Penrad, sengketa lahan antara rakyat dan perusahaan negara seperti PTPN bukan hanya terjadi sekali dua kali, melainkan sudah menjadi konflik nasional yang memakan korban jiwa.

“Banyak yang meninggal karena mempertahankan kampungnya. Saya sudah bilang ‘kami tidak masuk hutan, hutan yang masuk perkampungan kami!’ Tiba-tiba di dalam peta, kampung menjadi hutan. Enggak dianggap manusia ada di situ! Jangan bilang dong enggak ada salah,” tegasnya.

Ia meminta seluruh pihak untuk lebih mengutamakan kepentingan rakyat dibanding kepentingan bisnis properti yang dikembangkan di atas tanah sengketa.

“Rakyat kita utamakan, bukan Propernas! Masa kalian gusur kemudian kalian jadikan perumahan. Yang enggak-enggak saja! Itu harus ditarik (omongan), enggak bisa salah katanya! Masa PTPN tidak bisa salah! Di mana PTPN tidak boleh salah di republik ini, tunjukkan ke saya!” kata Penrad.

Menutup pernyataannya, Penrad mengingatkan semua pihak agar tidak memancing kemarahan rakyat dengan cara-cara penanganan sengketa yang tidak adil.

“Di mana tidak ada sengketa rakyat dengan PTPN di republik ini. Jangan kalian pancing kemarahan rakyat karena model-model berpikir seperti ini,” ucap Penrad Siagian.

Ia berharap pembentukan Tim Investigasi Independen nantinya dapat mengurai konflik dengan tetap mengedepankan keadilan dan hak rakyat atas tanahnya sendiri.

Secara resmi, BAP DPD RI pun menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kasus sengketa lahan FKTL dengan PTPN II hingga tuntas, dengan mendesak Kementerian BUMN segera menghentikan seluruh aktivitas penggusuran di lapangan.[]

Komentar Anda