Kejari Manggarai Tetapkan Dua Tersangka Korupsi Terminal Kembur Matim

Korupsi Dana Desa Kindang Bulukumba. (Foto: Alur/Ilustrasi)

Borong - Kejaksaan Negeri (Kejari) Manggarai, Provinsi NTT, menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan pembangunan Terminal Kembur di Kelurahan Satar Peot, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, tahun 2012/2013 lalu.

Penetapan kedua tersangka tersebut, setelah Kejari Manggarai memeriksa 25 orang saksi dalam kasus tersebut.

Pantauan media ini pada Jumat, 28 Oktober 2022, sebanyak tujuh orang diperiksa selama delapan jam di Kejari Manggarai.

Usai memeriksa para saksi, Kejari Manggarai langsung menahan mantan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) BAM dan pemilik lahan, GJ, hingga 16 November 2022.

Keduanya langsung digiring ke Mapolres Manggarai untuk ditahan, sambil menunggu proses hukum lanjutan.

"Berdasarkan alat bukti yang cukup (vide Pasal 184 KUHAP), menetapkan tersangka atas nama Benediktus Aristo Moa, alias BAM, selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan Pengadaan Lahan untuk Pembangunan Terminal Kembur," kata Kejari Manggarai, Bayu Sugiri,  Jumat 28 Oktober 2022.

"Serta Gregorius Jeramu alias GJ, selaku penerima pembayaran pengadaan lahan untuk pembangunan Terminal Kembur, di Kelurahan Satar Peot, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur,” sambungnya.

Bayu juga menjelaskan, posisi  kasus tersebut pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2013, BAM selaku PPTK pada Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Manggarai Timur, Tahun Anggaran 2012, membuat dokumen pertanggung-jawaban pegadaan tanah yang diklaim tersangka GJ, seluas kurang lebih 7.000 meter persegi, yang beralamat di Kelurahan Satar Peot, Kecamatan Borong Kabupaten.

Bahwa, alas hak yang dimiliki GJ hanya berupa Surat Pemberitahuan Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) NOP : 53.20.020.003.021-0082.0, tanggal 20 Februari 2012, dengan luas kurang lebih 3.200 meter persegi, beralamat di Kelurahan Rana Loba, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur.

Bahwa berdasarkan PP 24 Tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah PBB tersebut, bukan alas hak/bukti kepemilikan tanah.

Selanjutnya, BAM selaku PPTK tanpa melakukan penelitian status hukum tentang tanah tersebut, membuat dokumen kesepakatan pembebasan tanah tanggal 5 Desember 2012 bersama GJ, dengan kesepakatan harga sebesar Rp 400 juta.

Pembayaran dilakukan dua kali pada tahun 2012 dan tahun 2013, karena anggaran 2012 yang tersedia hanya Rp 294 juta. Sisanya Rp 127 juta dibayarkan tahun 2013.

Perbuatan BAM membuat dokumen kesepakatan tersebut, bertentangan Pasal 3 UU Nomor: 1 tentang Perbendaharaan Negara.

“Perbuatan BAM memperkaya orang lain, yaitu GJ, yang menerima pembayaran Rp 402 juta,” sebut Bayu mengutip laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Inspektorat Daerah Provinsi NTT Nomor: X.IP.775/25/2022 tanggal 29 Agustus 2022. []

Komentar Anda