Dedi Mulyadi Puji Pesantren Hijau Al-Mizan: Islam Harus Terasa Sampai Akar Rumput

Puncak Harlah Fatayat NU ke-75.(istimewa)

Jakarta — Ribuan warga Majalengka memadati kompleks Pondok Pesantren Ekologi Al-Mizan, Desa Wanajaya, Sabtu, 31 Mei 2025, dalam rangka Puncak Harlah Fatayat NU ke-75. 

Kalau umat Islam benar-benar mengamalkan ajaran Rasulullah, bumi kita tidak akan rusak seperti sekarang

Acara ini menghadirkan Gubernur Jawa Barat periode 2018–2023, Dedi Mulyadi, yang akrab disapa Kang Dedi atau Bapak Aing.

Dalam sambutannya, KDM menekankan pentingnya peran pesantren di tengah krisis lingkungan yang makin mengkhawatirkan. 

Ia menyebut, pesantren tak hanya tempat menimba ilmu agama, tapi juga benteng moral yang mesti berdiri di garis depan penyelamatan bumi.

“Pesantren bukan hanya tempat belajar agama, tapi juga benteng moral yang harus ikut menyelamatkan lingkungan. Kiai itu bukan hanya guru ngaji, tapi penjaga bumi,” tegas KDM di hadapan ribuan warga dan kader Fatayat NU.

KDM juga memuji kiprah KH. Maman Imanulhaq, pimpinan Ponpes Al-Mizan, yang konsisten mengembangkan konsep pesantren hijau. 

Menurutnya, apa yang dilakukan Al-Mizan adalah bukti bahwa agama, pendidikan, dan lingkungan bisa berjalan beriringan.

“Islam jangan hanya terdengar di mimbar, tapi harus terasa sampai ke akar rumput. Termasuk soal lingkungan,” ujarnya.

Sebagai simbol komitmen ekologis, KDM menanam pohon matoa di lingkungan pesantren, seraya mengajak umat Islam lebih serius mengamalkan ajaran Rasulullah yang sarat nilai ekologis.

“Kalau umat Islam benar-benar mengamalkan ajaran Rasulullah, bumi kita tidak akan rusak seperti sekarang. Masalahnya bukan ajarannya kurang, tapi kesadarannya yang perlu dibangkitkan. Dan itu bisa dimulai dari pesantren,” tambahnya.

Sementara itu, KH. Maman Imanulhaq menyatakan bahwa mencintai bumi adalah bagian dari keimanan. Menurutnya, kesadaran ekologis harus menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan santri.

“Kami ajarkan kepada santri bahwa membuang sampah sembarangan itu dosa. Menebang pohon sembarangan itu kezaliman. Jadi mencintai bumi adalah bagian dari mencintai Tuhan,” ungkapnya.

Ketua Fatayat NU Majalengka, Nyai Hj. Upik Rofiqoh, menekankan bahwa peringatan Harlah bukan hanya seremoni tahunan, melainkan langkah nyata menguatkan peran perempuan dalam menjawab tantangan zaman.

“Kami ingin Fatayat NU tampil sebagai pelopor dalam isu-isu besar seperti lingkungan, literasi digital, dan pemberdayaan ekonomi. Majalengka harus jadi titik tolak gerakan perempuan Nahdliyin yang membumi dan membangun,” ujarnya.

Rangkaian kegiatan Harlah meliputi bazar UMKM, pasar murah, donor darah, workshop menulis bersama Penerbit Kompas, dan pelatihan pembuatan website bersama Pandi.id. 

Panggung budaya menampilkan pertunjukan khas Majalengka dan Cirebon seperti Tari Topeng Rampak dan Gembyung Buhun.

Hadir dalam acara tersebut sejumlah tokoh nasional dan daerah, termasuk Dr. Arsad Hidayat (Kemenag RI), Maino Dwi Hartono (Bapanas), Bupati Majalengka Drs. H. Eman Suherman, serta jajaran Kementerian Agama tingkat kabupaten dan provinsi.

Bupati Majalengka mengapresiasi semangat kolaborasi pesantren, Fatayat NU, dan masyarakat. Ia menilai pendekatan berbasis budaya dan lingkungan sangat relevan dengan arah pembangunan berkelanjutan.

“Ketika pesantren, perempuan, dan masyarakat bersatu dalam semangat merawat lingkungan dan budaya, maka Majalengka akan tumbuh tidak hanya secara ekonomi, tapi juga spiritual dan sosial,” ucapnya.[]

Komentar Anda