Warga Tolak Jual Tanah ke PLN untuk Perluasan Pembangkit Listrik PLTP di Ulumbu

Penolakan masyarakat terhadap rencana pengembangan jaringan listrik Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu, Kabupaten Manggarai. (Foto: Alur/Isno)

Ruteng - Rencana pengembangan jaringan listrik Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu, terus mendapat penolakan dari masyarakat setempat.

Masyarakat di Poco Leok, Kecamatan Satarmese, hingga kini masih berjuang menolak rencana perluasan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ulumbu.

Proyek perluasan PLTP Ulumbu direncanakan untuk pengembangan proyek eksplorasi panas bumi unit 5-6 dengan 2x20 Mega Watt (MW) di wilayah tersebut.

Penolakan dari masyarakat itu juga terlihat jelas saat mereka hadir konsultasi Publik dengan pihak PLN dengan Pemda Manggarai yang berlangsung di Lunggar Desa Lunggar, Selasa 29 November 2022.

Warga setempat Agus saat dialog dengan PLN, mempertanyakan soal dampak dari PLTP Ulumbu, terhadap kehidupan masyarakat.

"Apakah pihak PLN nanti bertanggung jawab ketika ada dampak buruknya terhadap warga setempat ketika pengembangan PLTP Ulumbu ini jadi," tanya Agus.

Kata Agus terkait rencana pengembangan PLTP Ulumbu, di Poco Leok ini masih pro dan kontra, karena ada yang setuju dan ada yang tida setuju.

"Bahkan lebih banyak yang tidak setuju. Kalau membuat berita acara pembebasan lahan tanpa melibatkan semua masyarakat ini sangat tidak adil," kata Agus.

Agus juga menegaskan mereka tidak akan menjual tanah itu kepada siapa pun, karena tanah itu tanah leluhur mereka.

Setiap tahun mereka selalu membuat ritus adat untuk menjaga tanah yang diwariskan oleh nenek moyang mereka, sehingga tanah tetap menyatuh dengan warga sekitar.

"Anak kami sudah banyak jadi sarjana, bukan karena hasil jual tanah, jadi kami di Poco Leok, tidak mau jual tanah ke PLN. Karena tanah warisan leluhur kami," ujarnya.

Lebih jauh ia menjelaskan, kalau pengembangan PLTP ini terus dipaksakan maka bukan tidak mungkin ada terjadi konflik sosial yang terjadi di Poco Leok.

Kata dia juga, konsultasi publik sangat aneh karena masyarakat setempat yang punya lahan tidak diundang, malah yang undang itu orang dari luar bahkan yang hadir itu orang dari Ruteng, sangat aneh sekali ini sebenarnya. []

Komentar Anda