Warga Akan Laporkan PN Makassar ke Komisi Yudisial

Kuasa hukum Hj Muliana yang akan melaporkan PN Makassar ke Komisi Yudisial.

Makassar - Seorang warga menyoroti adanya persetujuan eksekusi lahan seluas 7.540 meter persegi di Jalan Perintis Kemerdekaan 9, yang disetujui Pengadilan Negeri Makassar meski tanpa alas hak. Warga bernama Hj Muliana melalui kuasa hukumnya bahkan akan melaporkan pihak PN Makassar ke Komisi Yudisial (KY).

"Jelas kita akan tempuh itu jika memang PN Makassar masih tetap ngotot laksanakan eksekusi lahan klien kami," tegas Tim Kuasa Hukum Muliana, Mujahid Agung, Jumat 25 November 2022.

Ia mengatakan, pelaksanaan eksekusi berdasarkan penetapan eksekusi No. 35 Eks/ 2017/ PN. Mks Jo. No. 150/Pdt.G/ 2987/ PN. Uj.Pdg yang telah dimohonkan oleh pemohon eksekusi, ahli waris Abdul Gani Pawawo itu keliru.

Pasalnya, kata Agung, bahwa pada tahun 1992, sertifikat hak milik No. 29/ Tamalanrea yang diklaim oleh Abdul Gani Pawawo diwakili oleh ahli warisnya selaku pemohon eksekusi, sudah dibatalkan dengan putusan PTUN 24/ G.Tun/ 1992/ P.Tun U.Pdg (vide putusan No. 96/ Pdt.G/1997/PN.U.Pdg tertanggal 25 Oktober 1997 halaman 30, dan dinyatakan batal berdasarkan surat Kepala Kantor BPN tanggal 30 Juli 2004, Nomor 570.520-03-53.01-2004.

Kemudian, lanjut Agung, bahwa Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) No. 24/G.Tun/ 1992 PTUN Uj.Pdg telah membatalkan sertifikat tersebut di atas dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana tercatat dalam putusan PN Makassar No. 96/Pdt.g/1997 PN.Uj.Pdg halaman 29 dan 30.

Selanjutnya, dikuatkan pula surat oleh BPN Kota Kota Kota Makassar tanggal 16 Juli 2019 bahwa sertifikat No.29 GS 103 1971 luas 7.540 M2 Tamalanrea Abd. Gani Pawawo tersebut sudah dibatalkan.

Pada gugatan No. 96 Pdtg/1997/PN Ujung Pandang tanggal 25 Oktober 1997, H. Bado bin Laba dkk melawan Abd. Gani Pawawo, D. dappung, Budi Hartono dkk dan kepala kantor pertanahan BPN kota Ujung Pandang dalam putusannya mengabulkan gugatan H. Bado bin Laba.

Selanjutnya upaya hukum banding yang juga dilakukan Abd Gani Pawawo ke Pengadilan Tinggi Makassar No. 43/Pdt/1988/PT UJ.pdg tanggal 15 April 1988 turut diputuskan yang ada pokoknya menguatkan putusan pengadilan Negeri Makassar No. 96/PDTG/1997 PN Ujungpandang tanggal 25 Oktober 1997.

''Bahkan upaya hukum kasasi yang dilakukan oleh Abd Gani Pawawo No. 1442/Pdt/2000 tanggal 27 Juli 2001 juga ditolak,'' kata Mujahid Agung menjelaskan.

Tak sampai di situ, upaya Abd Gani Pawawo di tingkat hukum luar biasa peninjauan kembali ke Mahkamah Agung tepatnya tercatat dalam perkara No. 269/PK/Pdt/2005 juga kembali ditolak.

"Jadi Abdul Gani Pawawo ini sudah berkali-kali dikalah," terang Agung.

Agung mengatakan, pada tahun 2020, ahli waris Abd Gani Pawawo yakni Gartini dan Gina Rostina kembali menggugat ke PTUN tepatnya tercatat dalam perkara No.10/G/2020/PTUN.

Mereka menggugat pihak BPN dan kliennya selaku pihak intervensi di mana klien kami yang menguasai objek. Alhasil dalam perjalanannya, PTUN memutuskan gugatan ahli waris Abdul Gani Pawawo tidak diterima tepatnya putusan tersebut ditetapkan pada tanggal 28 Mei 2020.

Abdul Gani Pawawo melalui ahli warisnya tersebut kembali melakukan upaya banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara PTTUN. Namun dalam putusannya bernomor 169/B/2020/PTTUN.MKS, PT.TUN memutuskan menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar nomor 10/G/2020/PTUN.MKS.

Kemudian mereka melalui kuasanya kembali mengajukan upaya kasasi di tingkat Mahkamah Agung sebagaimana tercatat dalam perkara No. 302 K /TUN/2021, Alhasil permohonan kasasi mereka oleh Mahkamah Agung juga ditolak dengan menyatakan menguatkan Putusan No.10/G/2020/PTUN Mks.

"Sejak dilahirkan putusan kasasi telah lewat masa 180 Hari dari masa diberikannya kesempatan untuk melakukan upaya Peninjauan Kembaii yang berarti putusan Tingkat Kasasi TUN telah memiliki sifat berkekuiatan Hukum Tetap," ungkap Agung.

Dengan demikian, bahwa adanya sifat berkekuatan Hukum Tetap maka Sertifikat di atas lahan objek eksekusi saat ini, masih berlaku secara sah di mata hukum dan non executable, kecuali terdapat perkara yang memerintahkan untuk membatalkan sertifikat tersebut.

"Adanya putusan perkara tersebut, maka telah terdapat kausal hukum antara pihak pemohon eksekusi (ahli waris Abd. Gani Pawawo) dengan pihak pemilik sertifikat di atas objek eksekusi. Pihak pemohon eksekusi harus tunduk terhadap putusan tersebut. Dan seyogianya telah terdapat hubungan hukum sebelumnya terhadap putusan No.96 Pdtg/ 1997/ PN Ujung Pandang," terang Agung.

Ia mengungkapkan, dengan uraian yang cukup jelas di atas dapat dinilai bahwa terjadi sebuah kekeliruan besar yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri Makassar pada saat itu Bapak Kemal Tampu Bolong yang menandatangani Penetapan eksekusi No.35 Eks/2017/PN MKS Jo 150/Pdtg.1987/PN Ujung Pandang tersebut, karena jelas mengabaikan/menabrak kalimat putusan Hakim yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap termasuk PK Mahkamah agung.

"Yang mana kekeliruan tersebut timbul dari itikad buruk pemohon yang tidak membeberkan fakta bahwa terdapat perkara sebelumnya yang telah membahas kausal hukum antara pihak Pemohon eksekusi dan Pihak Termohon Eksekusi dalam perkara 150/Pdt.G/1987/Pn Uj Pdg dengan Pihak Bado Bin Laba yang merupakan asal-usul sertifikat dalam objek termohon eksekusi sekarang," terang Agung.

Dengan adanya landasan kepemilikan yang sah dan landasan perkara yang telah bersifat berhukum tetap maka, Pemilik Sertifikat di atas lahan objek yang dijadikan sasaran tereksekusi menjadi terdzolimi dan memandang hukum sangat mudah dimanipulasi oleh pihak-pihak mafia tanah yang memanfaatkan celah-celah hukum di negara kita, Negara Republik Indonesia.

"Dengan situasi permohonan eksekusi yang terus dapat dikabulkan, turut mengundang persepsi Pihak Pemilik Sertifikat untuk mempertahankan kedudukan bagaimanapun caranya, bahkan jika perlu terjadi pertumpahan darah dalam mempertahankannya," tutur Agung.

"Setiap situasi yang dibiarkan merajalela, apakah pihak-pihak Institusi turut ikut serta mau di cocok hidung untuk dimanfaatkan oleh mafia-mafia tanah?, maka kami mohonkan untuk kembali ke hati nurani, apakah insitusi-institusi mau sudah kehilangan akal sehat dalam mempertimbangkan penegakan hukum dan hanya menjalankan perintah tanpa hati nurani telah mendzolimi hak-hak rakyat yang telah memiliki kekuatan atau pengakuan dalam pemerintahan perihal Sertifikat Hak Milik?," Agung menambahkan.

Ia berharap dengan uraian jelas di atas, Pengadilan Negeri Makassar menjadikan pertimbangan untuk tidak memaksakan lagi pelaksanaan eksekusi atas objek lahan milik kliennya.

"Terlebih lagi klien kami juga telah melakukan perlawanan hukum atas penetapan eksekusi dengan mendaftarkan gugatan perlawanan yang secara online melalui e-court Mahkamah Agung pada tanggal 07 November 2022 dengan Nomor perkara 444/Pdt.Bth/2022/PN.Mks," ungkap Agung.

"Seharusnya dengan adanya gugatan perlawanan yang sementara berproses turut menjadi pertimbangan PN Makassar untuk tidak melanjutkan rencana pelaksanaan eksekusi," Agung menambahkan.

Di tempat yang sama, Yakobus selaku Kuasa Pendamping warga, Muliana menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal perkara ini hingga tuntas dan segera menyurat ke Komisi Yudisial (KY), KPK, Kapolri, Mahkamah Agung (MA), Jaksa Agung perihal perlindungan hukum agar warga yang ia dampingi mendapatkan keadilan dalam mempertahankan haknya berdasarkan putusan MA yang berkekuatan hukum tetap.

"Tapi kita berharap PN Makassar segera membatalkan pelaksanaan eksekusi dan tidak memaksakan lagi pelaksanaan eksekusi yang dasarnya tidak berkekuatan hukum," tegas Yakobus. []

Komentar Anda