Survei CRC, Elektabilitas MULIA Unggul di 13 Kecamatan

Direktur Eksekutif CRC, Imam Soeyoeti saat memaparkan hasil survei Pilkada Makassar.

Makassar - Elektabilitas pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika Ilham (MULIA) mengungguli tiga paslon lainnya berdasarkan data Celebes Reseach Centre (CRC). Bahkan, berdasarkan data CRC, elektabilitas Appi-Aliyah unggul di 13 kecamatan di Kota Makassar.

Direktur Eksekutif CRC Imam Soeyoeti menjelaskan survei dilakukan secara serentak pada tanggal 2 – 6 Oktober 2024. Imam menyebut ada 400 responden yang tersebar di 15 kecamatan.

"Responden dipilih secara acak menggunakan metode Multistage Random Sampling. Toleransi kesalahan atau margin of error 4.85 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen," ucapnya, Selasa (29/10/2024).

Berdasarkan survei yang dilakukan terhadap empat paslon, elektabilitas paslon nomor urut 1 Munafri Arifuddin-Aliyah Mustika Ilham berada di posisi teratas yakni sebesar 44,75 persen. Pada posisi kedua, paslon nomor urut 3 Indira Yusuf Ismail-Ilham Ari Fauzi Amir Uskara pada angka 28 persen.

"Paslon nomor urut 2 Andi Seto-Reski Mulfiati 18,75 persen dan terakhir Paslon Amri (Arsyid)-Abdul Rahman Bando masih 4 persen. Sementara untuk swing voters 26,75 persen," tuturnya.  

Imam memaparkan bahwa tingginya elektabilitas MULIA sejalan dengan tingginya popularitas dan likeabilitasnya Munafri Arifuddin dan Aliyah Mustika Ilham. Bahkan dari 15 kecamatan yang ada di Kota Makassar, MULIA unggul di 13 Kecamatan yakni Biringkanaya, Tamalate, Manggala, Tallo, Panakkukang, Tamalanrea, Makassar, Mariso, Mamajang, Bontoala, Ujung Tanah, Ujung Pandang dan Sangkarrang.

"Paslon MULIA hanya tak unggul di Kecamatan Rappocini dan Wajo. Dimana kedua kecamatan ini menempatkan INIMI yang unggul," sebut Imam.

Lebih jauh Imam memaparkan bahwa sekitar 36 persen warga di Kota Makassar masih menjadi swing voters. Dengan rincian 29 persen warga yang sudah menentukan pilihan tapi masih bisa berubah dan 7 persen yang memang belum menentukan pilihan atau tidak menjawab.

"Dengan angka itu, artinya lebih dari sepertiga pemilih ini masih menjadi Swing voters," imbuhnya.

Sementara terkait money politics atau politik uang, Imam mengatakan politik uang memang salah satu cara berkampanye paling efektif yang bisa meyakinkan pemilih. Berdasarkan data survei, praktik politik uang mencapai sekira 40 persen.

"Money politik sebagai salah satu cara berkampanye yang dianggap paling bisa meyakinkan pemilih. Memang berdasarkan data Average saat pemilu ini hampir semua survei selalu mengatakan money politik pada kisaran mereka itu 40 persen," ujarnya.

Meski angka potensi politik uang masih cukup tinggi di Pilkada Makassar, tetapi ternyata warga yang memiliki hak pilih tidak sepenuhnya memilih paslon cakada yang memberikan uang.

"Tapi apakah praktik ini berpengaruh langsung terhadap pilihan itu, ternyata tidak selalu seperti itu. Dari 40 persen yang menyatakan kalau dikasih duit terima," kata dia.

"Tapi kalau yang secara terbuka jika dikasih duit apakah kemudian pilihannya bisa dipengaruhi, ternyata tidak. Itu menunjukkan selamanya (politik uang) tidak seperti itu," imbuhnya.

Tak hanya politik uang, Imam juga menyinggung debat publik paslon cakada di Pilwalkot Makassar yang telah digelar juga tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap perubahan pilihan warga. Alasannya, pemilih sudah memiliki pilihannya.

"Sehingga dapat itu pengaruhnya tidak terlalu signifikan," tuturnya.

Imam menyebut perubahan pilihan paling drastis terjadi saat Pilkada DKI Jakarta. Di mana saat itu, sebelum debat publik Basuki Tjahja Purnama alias Ahok surveinya berada di posisi teratas.

"Tapi setelah debat publik pertama, kedua, dan ketiga terjadi perubahan yang sangat cepat. Memang bukan semua karena disebabkan oleh debat, ada banyak faktor," kata dia.

"Debat tidak terlalu signifikan pada pergerakan politik," ucapnya.[]

Komentar Anda