Survei SMRC: 68 Persen Publik Percaya Jokowi Bangun Dinasti Politik

Presiden Jokowi. (Foto: Alur/Ist)

Jakarta - Hasil Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dilangsungkan sejak 29 Oktober - 5 November 2023, menunjukkan bahwa sebanyak 68 persen publik percaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) membangun dinasti politik.

Dalam politik dinasti di mana kerabat atau anak presiden ikut dalam pemilihan, ada potensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power

Demikian disampaikan pendiri SMRC, Prof. Saiful Mujani, dalam program 'Bedah Politik bersama Saiful Mujani' episode "Sentimen Publik atas Dinasti Jokowi", pada Kamis, 16 November 2023.

Pertanyaan yang disampaikan kepada panelis terkait dengan posisi Gibran Rakabuming Raka yang menjadi Wali Kota Solo, dan menantu Jokowi yang juga menjabat sebagai Wali Kota Medan, yakni Bobby Nasution.

Tak hanya itu, ia juga menyinggung Kaesang Pangarep, yang diangkat menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang tidak berjuang panjang dari bawah partai tersebut.

"37 persen menjawab 'tahu' dan 63 persen menjawab 'tidak tahu'. Dari yang tahu (37 persen), 68 persen menyatakan percaya pandangan bahwa Jokowi sedang membangun politik dinasti," kata Saiful seperti mengutip keterangannya, Jumat, 17 November 2023.

"Dari yang tahu itu juga, 75 persen menyatakan tidak suka presiden Jokowi membangun politik dinasti," sambungnya.

Lebih lanjut, dia mendefinisikan bahwa politik dinasti adalah kekuasaan yang diperoleh melalui atau karena ikatan darah.

Politik dinasti adalah kekuasaan yang turun-temurun, seperti dari ayah ke anak.

Dalam hubungan ini, sambungnya, ada pihak yang ingin mendapatkan kekuasaan dan di pihak lain ada yang sedang berkuasa.

"Politik dinasti tidak terjadi jika tidak ada pihak yang sedang berkuasa. Seseorang bisa menjadi pejabat publik seperti gubernur dan bupati, dikatakan punya karakteristik dinasti apabila ia memeroleh kekuasaan atau jabatan tersebut terkait dengan pihak yang sedang berkuasa, di mana pihak yang sedang berkuasa itu memiliki hubungan darah dengan yang sedang mencari kekuasaan tersebut," ujarnya.

Dalam demokrasi, lanjutnya, pejabat eksekutif seperti presiden, gubernur, dan bupati memang dipilih oleh rakyat.

Ia mengungkapkan, hal itu memang berbeda antara politik dinasti dalam sistem kerajaan dan sistem demokrasi.

Dalam sistem kerajaan, tidak ada pemilihan terhadap orang yang mau mendapatkan jabatan tersebut, tapi ditunjuk oleh sang raja.

Sementara dalam demokrasi, seseorang menjadi pejabat publik harus melalui pemilihan umum.

"Karena itu, dalam demokrasi, di mana seseorang menduduki jabatan melalui pemilihan umum bisa masuk dalam praktik politik dinasti apabila dalam prosesnya ada unsur hubungan darah antara yang sedang berkuasa dengan yang sedang mencari jabatan tersebut," tuturnya.

Ia mencontohkan saat Gibran Rakabuming ingin maju menjadi calon wali kota Solo.

Saiful menceritakan pengakuan Ketua PDI Perjuangan Solo, bahwa Jokowi sendiri yang datang menemuinya dan menceritakan bahwa Gibran berminat untuk maju. Jokowi ketika itu sudah dalam posisi sebagai presiden.

Ia berpendapat, jika saat itu Jokowi adalah seorang pengusaha mebel, ceritanya mungkin akan berbeda.

"Di Solo, Gibran mengalami proses pemilihan umum. Itu adalah wilayah demokrasi. Tapi bagaimana dia memasuki wilayah demokrasi tersebut, ada unsur yang sangat khas dinasti, yakni ada pihak yang memiliki hubungan darah dengan Gibran dan dia sedang berkuasa, dalam hal ini presiden Republik Indonesia," tukasnya.

Oleh sebab itu, dia mengungkapkan dalam demokrasi, politik dinasti bisa terjadi. Bahwa apakah orang akan memilih atau tidak, itu sangat bergantung pada bagaimana sikap masyarakat.

Namun sikap itu bukan sesuatu yang netral, melainkan bisa diciptakan melalui kampanye, sosialisasi, dan semacamnya.

"Kampanye atau sosialisasi membutuhkan sumber daya, dan salah satu sumber daya adalah posisi sedang berkuasa. Seorang presiden, misalnya, memiliki kekuasaan yang sangat tinggi, bahkan melampaui atau di atas tentara yang memiliki senjata. Kekuasaan seorang presiden sangat besar," katanya.

"Karena itu, dalam politik dinasti di mana kerabat atau anak presiden ikut dalam pemilihan, ada potensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power. Karena itu untuk sebuah sistem yang baik seharusnya politik dinasti ini dihindari," ucap Saiful menambahkan.

Diketahui, data-data survei opini publik digunakan dengan populasi seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

Sampel sebanyak 2400 responden dipilih secara acak (stratified multistage random sampling) dari populasi tersebut. Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 1939 atau 81 persen. Sebanyak 1939 responden ini yang dianalisis.

Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 2,3 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (asumsi simple random sampling).

Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Waktu wawancara lapangan 29 Oktober - 5 November 2023.[]

Komentar Anda