Alur.id
    Berita    Detail Article

Tantangan dan Solusi Stunting Sebagai Isu Kesehatan Utama di Indonesia Tahun 2025

Ira Sonaya Azra

Oleh: Ira Sonaya Azra
NIM: 2407201010007
Mata Kluliah: Current Issue and Global Health Dosen Pengampu: Dr. Marthoesis, M.Sc., MPH.


STUNTING suatu kondisi gagal tumbuh pada anak yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis dalam jangka waktu yang panjang.

Ini merupakan salah satu permasalahan kesehatan paling mendesak yang dihadapi Indonesia saat ini, sebab dampak stunting tidak hanya terbatas pada terhambatnya pertumbuhan fisik anak yang ditunjukkan dengan tinggi badan yang tidak sesuai dengan usianya tetapi juga meluas hingga memengaruhi perkembangan otak, daya tahan tubuh, serta secara signifikan mengurangi produktivitas dan kualitas hidup seseorang dalam jangka panjang.

Konsekuensi jangka panjang ini memiliki implikasi serius terhadap potensi sumber daya manusia suatu bangsa.

Dari data terbaru menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah berhasil mencatat penurunan prevalensi stunting dalam beberapa tahun terakhir, angkanya masih tergolong tinggi. Kondisi ini belum memenuhi target nasional yang ambisius, yaitu mencapai 14% pada tahun 2024.

"Di kancah global, Indonesia memiliki peran krusial dalam upaya kolektif untuk menekan angka stunting. Komitmen ini selaras dengan target yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yakni penurunan stunting sebesar 40% secara global pada tahun 2025 mengingat populasi anak yang sangat besar di Indonesia, keberhasilan negara ini dalam mengatasi stunting akan menjadi faktor penentu dalam pencapaian target global tersebut," tulis Ira Sonaya Azra, Senin, 26 Mei 2025.

Permasalahan stunting di Indonesia telah menjadi sorotan utama karena dimensinya yang melampaui sektor kesehatan.

Ini adalah isu yang memiliki dampak besar terhadap pembangunan sumber daya manusia dan daya saing bangsa. Anak-anak yang mengalami stunting cenderung memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah, rentan terhadap penyakit, dan pada akhirnya, menghadapi keterbatasan dalam mencapai potensi penuh mereka di usia dewasa.

Oleh karena itu, pada tahun 2025, penanggulangan stunting harus tetap dipertahankan sebagai prioritas utama dalam kebijakan pembangunan nasional.

Komitmen berkelanjutan ini sangat penting untuk memastikan investasi pada generasi mendatang dan mewujudkan bangsa yang lebih sehat, cerdas, dan produktif.

Permasalahan Utama

Stunting merupakan masalah yang bersifat multidimensi, yang secara mendalam merefleksikan ketidakadilan sosial dan kesenjangan akses terhadap hak-hak dasar anak-anak.

Studi dan data yang ada secara konsisten menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami stunting cenderung memiliki kemampuan kognitif yang lebih rendah, menunjukkan prestasi akademik yang buruk, serta menghadapi risiko yang lebih tinggi terhadap penyakit kronis di masa dewasa.

Kondisi ini berpotensi menciptakan sebuah siklus kemiskinan antargenerasi yang sangat sulit untuk diputus, menjebak individu dan keluarga dalam lingkaran keterbatasan.

Upaya penanggulangan stunting di Indonesia masih dihadapkan pada sejumlah tantangan utama yang kompleks dan saling terkait, meliputi:
Ketidakseimbangan Gizi dan Malnutrisi Ganda Fenomena malnutrisi ganda menjadi permasalahan serius di Indonesia.

Banyak anak yang tidak hanya mengalami kekurangan zat gizi penting seperti protein, zat besi, dan seng, yang esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal, tetapi pada saat yang bersamaan juga menghadapi kelebihan berat badan. Kondisi ini sering kali disebabkan oleh pola konsumsi makanan yang tinggi kalori namun rendah nutrisi.

Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam asupan gizi yang jauh dari ideal. Ketahanan Pangan yang Rentan Kondisi ketahanan pangan yang rentan turut memperparuk masalah stunting. Perubahan iklim yang tidak menentu sering kali menyebabkan gagal panen, serta kerusakan pada ekosistem pertanian.

Menurutnya, Ini menjadi penghalang besar bagi akses terhadap pangan bergizi seimbang. Selain itu, kenaikan harga pangan yang fluktuatif berdampak langsung pada kemampuan ekonomi keluarga, terutama mereka yang berpenghasilan rendah, sehingga banyak yang tidak mampu memenuhi kebutuhan gizi anak secara konsisten dan memadai.

Akses Pelayanan Kesehatan yang belum merata kualitas dan ketersediaan layanan kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih sangat bervariasi.

Perbedaan ini sangat terasa di daerah-daerah terpencil dan perbatasan, di mana infrastruktur yang minim dan keterbatasan jumlah tenaga kesehatan menjadi hambatan serius.

Akibatnya, banyak ibu hamil dan anak-anak balita tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai, termasuk pemeriksaan rutin, imunisasi, dan edukasi gizi yang krusial untuk pencegahan stunting.

Kurangnya Edukasi Masyarakat

Tingkat edukasi masyarakat mengenai pentingnya gizi dan kesehatan masih perlu ditingkatkan.

Banyak keluarga, khususnya di daerah pedesaan, masih belum sepenuhnya memahami betapa krusialnya asupan gizi yang optimal selama 1000 hari pertama kehidupan anak yaitu sejak masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun.

Selain itu, pemahaman tentang pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), seperti praktik sanitasi dan kebersihan diri, juga masih belum merata. Kurangnya pemahaman ini secara langsung berkontribusi pada risiko stunting pada anak.

Analisis Penyebab Stunting

Untuk mengatasi stunting secara menyeluruh dan berkelanjutan, dibutuhkan pemahaman yang mendalam terhadap berbagai faktor penyebab yang saling terkait dan berkelindan.

Identifikasi akar permasalahan ini krusial dalam merumuskan intervensi yang efektif.
Faktor Ekonomi dan Sosial Tingginya angka kemiskinan merupakan salah satu pendorong utama stunting.

Kondisi ekonomi yang lemah secara langsung membatasi kemampuan keluarga untuk membeli makanan bergizi yang memadai, sehingga asupan nutrisi esensial bagi anak menjadi tidak tercukupi.

Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan orang tua turut berkontribusi pada minimnya kesadaran akan pentingnya gizi seimbang, praktik pengasuhan yang benar, serta sanitasi yang layak.

Ini menciptakan lingkungan yang kurang mendukung pertumbuhan dan perkembangan optimal anak.

Kondisi Lingkungan dan Sanitasi

Banyak anak di Indonesia, khususnya di daerah padat penduduk atau pedesaan, masih tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang buruk. Keterbatasan akses terhadap air bersih yang layak serta tingginya paparan infeksi (seperti diare dan penyakit menular lainnya) menjadi faktor penting.

Kondisi ini secara signifikan berkontribusi terhadap malabsorpsi nutrisi, di mana tubuh anak tidak mampu menyerap zat gizi secara maksimal meskipun asupan makanan sudah ada.

Penyakit berulang akibat lingkungan yang tidak sehat ini pada akhirnya menghambat pertumbuhan fisik dan kognitif anak.

Pola Makan dan Gaya Hidup Modern

Fenomena urbanisasi dan perubahan gaya hidup modern telah membawa pergeseran signifikan pada pola makan keluarga.

Kecenderungan konsumsi makanan cepat saji (fast food), makanan ultra-proses, serta kurangnya asupan sayur dan protein hewani menjadi masalah serius.

Makanan-makanan ini umumnya tinggi kalori namun miskin nutrisi mikro yang esensial, sehingga meskipun anak merasa kenyang, mereka kekurangan vitamin dan mineral penting untuk tumbuh kembang.

Kurangnya Sinergi Program Lintas Sektor

Meskipun terdapat berbagai program penanggulangan stunting yang diinisiasi oleh berbagai kementerian dan lembaga, kurangnya koordinasi dan integrasi antar sektor masih menjadi tantangan besar.

Upaya-upaya yang berjalan secara terpisah dan sektoral ini seringkali tidak maksimal dalam mencapai tujuan bersama.

Sinergi yang kuat antar berbagai pemangku kepentingan sangat dibutuhkan untuk menciptakan dampak yang lebih besar dan berkelanjutan.

Dampak Jangka Panjang Stunting

Stunting bukan sekadar permasalahan kesehatan pada masa kini, melainkan merupakan ancaman serius bagi masa depan bangsa.

Dampaknya tidak hanya terbatas pada individu yang mengalaminya, tetapi akan terasa luas dalam berbagai aspek pembangunan nasional dan kualitas sumber daya manusia secara keseluruhan.

Penurunan Kapasitas Kognitif

Anak-anak yang mengalami stunting memiliki risiko yang jauh lebih tinggi untuk mengalami keterlambatan belajar dan gangguan perkembangan kognitif.

Hal ini pada akhirnya akan sangat memengaruhi performa akademik mereka di sekolah dan, lebih jauh lagi, kemampuan kerja serta inovasi di masa dewasa.

Penurunan kapasitas intelektual ini akan berdampak pada kualitas angkatan kerja di masa depan.

Produktivitas dan Daya Saing Menurun

Dampak kolektif dari penurunan kapasitas fisik dan intelektual yang disebabkan oleh stunting akan berimbas pada menurunnya produktivitas tenaga kerja nasional.

Generasi yang kurang optimal secara fisik dan kognitif akan kesulitan bersaing di pasar kerja global yang semakin kompetitif. Hal ini pada gilirannya akan melemahkan daya saing bangsa dalam skala internasional.

Beban Ekonomi Negara Meningkat Secara ekonomi

Stunting akan menciptakan beban yang signifikan bagi negara. Biaya kesehatan yang meningkat akibat penanganan berbagai penyakit yang rentan dialami oleh individu stunting.

Ditambah dengan rendahnya kontribusi produktif dari generasi muda yang terdampak, akan menjadi beban besar bagi sistem sosial dan ekonomi negara dalam jangka panjang. Investasi yang tidak optimal pada sumber daya manusia ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bangsa secara keseluruhan.

Solusi dan Rekomendasi

Untuk menjawab tantangan kompleks terkait stunting, Indonesia memerlukan pendekatan yang terkoordinasi, inovatif, dan berkelanjutan.

Strategi yang komprehensif ini harus melibatkan berbagai pihak dan berfokus pada intervensi yang tepat sasaran. Berikut adalah beberapa langkah strategis yang sangat direkomendasikan:

Penguatan Intervensi Gizi Spesifik dan Sensitif Prioritas utama adalah penguatan intervensi gizi spesifik yang langsung menyasar akar masalah kekurangan gizi.

Ini mencakup pemberian makanan tambahan dan suplemen yang terukur bagi ibu hamil dan balita, memastikan mereka mendapatkan nutrisi esensial selama periode emas 1000 Hari Pertama Kehidupan.

Di samping itu, peningkatan cakupan imunisasi dan penyediaan layanan kesehatan dasar yang menyeluruh harus menjadi fokus.

Intervensi gizi sensitif juga penting, seperti penyediaan air bersih dan sanitasi yang layak, yang secara tidak langsung mendukung penyerapan nutrisi.

Integrasi Lintas Sektor dan Kebijakan Holistik

Penanggulangan stunting tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Diperlukan kolaborasi aktif dan terstruktur antara sektor kesehatan, pendidikan, pertanian, sosial, dan pembangunan desa.

Ini berarti program-program dari masing-masing kementerian harus terintegrasi dan saling mendukung.

Selain itu, pelibatan sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil sangat krusial dalam mendukung ketahanan pangan keluarga dan meningkatkan edukasi gizi di tingkat komunitas. Kebijakan yang holistik akan memastikan semua aspek penyebab stunting dapat diatasi secara bersamaan.

Peningkatan Edukasi Gizi dan Perilaku Sehat

Pendidikan adalah kunci perubahan perilaku. Oleh karena itu, kampanye masif tentang pentingnya ASI eksklusif, Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang berkualitas, dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) harus digalakkan di seluruh lapisan masyarakat.

Penting juga untuk memberdayakan kader kesehatan dan penyuluh gizi di tingkat komunitas, karena mereka adalah garda terdepan yang dapat memberikan informasi dan bimbingan langsung kepada keluarga.

Pemanfaatan Teknologi dan Inovasi

Di era digital ini, pemanfaatan teknologi dapat mempercepat upaya penanggulangan stunting.

Penggunaan aplikasi pemantauan pertumbuhan anak berbasis digital dapat membantu orang tua dan tenaga kesehatan melacak status gizi anak secara real-time.

Selain itu, eksplorasi wearable tech untuk ibu hamil dan balita berpotensi besar dalam mendeteksi risiko dini malnutrisi, memungkinkan intervensi cepat sebelum masalah menjadi parah.

Monitoring dan Evaluasi Program Secara Berkala

Agar program efektif, diperlukan sistem evaluasi berbasis data yang real-time untuk mengukur efektivitas dan efisiensi setiap intervensi. Hasil pemantauan ini harus digunakan untuk penyesuaian strategi secara dinamis.

Fleksibilitas dan kemampuan untuk beradaptasi berdasarkan data lapangan adalah kunci keberhasilan jangka panjang dalam menekan angka stunting.

Stunting bukan sekadar isu kesehatan, melainkan masalah fundamental yang menentukan masa depan bangsa.

"Untuk menuju Indonesia Emas 2045, kita harus memastikan bahwa generasi penerus bangsa tumbuh dan berkembang secara optimal yaitu sehat, cerdas, dan produktif. Oleh karena itu, upaya menurunkan angka stunting bukan hanya tugas pemerintah, tetapi merupakan tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat," tulisnya.

"Saatnya kita bergerak Bersama mulai dari lingkungan rrumah tangga, institusi pendidikan, fasilitas kesehatan, hingga tingkat pemerintahan untuk memastikan tidak ada lagi anak Indonesia yang kehilangan masa depan karena gagal tumbuh akibat stunting. Dengan sinergi dan komitmen yang kuat, bersama, kita wujudkan Indonesia yang lebih sehat, lebih kuat, dan lebih berdaya di masa depan," sebutnya. []