Jakarta — Rencana konversi kebun teh menjadi kebun kelapa sawit di Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara, terus menuai penolakan.
Ini harus dibicarakan serius, agar kebijakan yang tidak berpihak pada lingkungan dan masyarakat tidak lagi terulang
Anggota DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, turut menyuarakan keberatan dan menegaskan dukungannya terhadap sikap masyarakat yang menolak kebijakan tersebut.
Penolakan rencana konversi oleh PTPN IV Regional II ini sebelumnya disuarakan oleh Camat Sidamanik bersama perangkat desa, Camat Pematang Sidamanik, Camat Dolok Perdamaian, serta para pangulu di kawasan terkait.
Hal tersebut disuarakan dalam Sosialisasi Tanam Ulang Kelapa Sawit di Afdeling III dan Afdeling VII Kebun dan Teh di Kantor Tobasari PTPN IV Regional II, Bah Butong, Kabupaten Simalungun, Sabtu, 5 Juli 2025 lalu.
Tak hanya itu, gelombang penolakan juga datang dari tokoh adat, tokoh agama, hingga kelompok pemuda dari berbagai kecamatan.
Tanaman teh yang akan dikonversi seluas 275 hektare berada di Kebun Teh Bah Butong, kawasan berhawa sejuk yang juga menjadi tujuan wisata warga Sumatra Utara.
Menurut Penrad, polemik ini bukan hal baru. Ia mengungkapkan bahwa sejak 2021 dirinya sudah menerima laporan dari kepala desa dan warga yang menolak rencana penanaman ulang sawit di lokasi tersebut.
"Pada tanam ulang di tahun 2022, satu tahun sebelumnya masyarakat sudah bertemu saya, meski saat itu saya belum anggota DPD RI. Strategi advokasi sudah dibangun, namun pada akhirnya tidak berjalan karena kabarnya beberapa kepala desa menerima "upeti" dari pihak yang berkepentingan," ujar Penrad di Kompleks DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa, 15 Juli 2025.
Penrad menyoroti kekhawatiran masyarakat terhadap dampak ekologis di sekitar kebun Teh Bah Butong, termasuk masyarakat Kota Pematangsiantar.
Ia mencontohkan banjir yang terjadi di Sidamanik pada penanaman ulang yang berlangsung pada tahun 2022 silam.
Oleh sebab itu, Senator asal Sumatra Utara ini meminta dengan tegas agar PTPN IV Regional II mendengarkan masyarakat dan memperhatikan dampak negatif tanam ulang tersebut.
"Pada tanam ulang 2022, sudah terjadi banjir di berbagai tempat pemukiman masyarakat yang berada di kawasan Kecamatan Sidamanik. Selain rumah warga rusak ringan, ada sumber-sumber alat produksi petani yang rusak, sawah, kebun, dan kolam ikan," tuturnya.
Ia pun mengingatkan PTPN IV Regional II belajar dari pengalaman di Jawa Barat. Di Sukabumi dan Subang, banjir akibat aktivitas kebun sawit merusak puluhan hektare persawahan dan pemukiman warga.
"Banjir di kawasan itu diduga akibat luapan sungai dan aktivitas perkebunan sawit yang meredam sawah dan rumah masyarakat. Hal ini 'kan sama dengan berbagai tempat di Sidamanik itu," katanya.
Penrad menekankan pentingnya konsolidasi penolakan dilakukan secara sistematis, tidak hanya di Sidamanik dan sekitarnya, tetapi meluas hingga Kabupaten Simalungun termasuk Kota Pematangsiantar yang akan menerima dampak negatifnya.
"Penolakan tidak bisa hanya berhenti pada saat PTPN IV melakukan sosialisasi, tapi harus terus diorganisir serta berkolaborasi dengan pemerintah Kabupaten Simalungun-Kota Pematangsiantar," ucapnya.
"Hal ini penting untuk memperlihatkan bahwa masyarakat bersama Pemkab dan Pemkot solid melakukan penolakan karena itu berada di kawasan administratif mereka karena akan berdampak pada masyarakat mereka," jelasnya.
Selain banjir, Penrad juga menyoroti ancaman krisis air di Simalungun dan Siantar akibat kebun sawit. Menurutnya, sawit dikenal rakus air sehingga dapat mengancam ketersediaan air di masa mendatang bagi warga.
"Sawit ini 'kan rakus air, kalau sebagian besar debit air diambil oleh sawit, masyarakat kita akan minum apa?" katanya.
Penrad berencana mendorong pemerintah Kabupaten Simalungun dan Kota Pematangsiantar untuk meningkatkan eskalasi penolakan dengan bertemu langsung Kementerian BUMN dan Holding PTPN.
"Ini harus dibicarakan serius, agar kebijakan yang tidak berpihak pada lingkungan dan masyarakat tidak lagi terulang," ucap Pdt. Penrad Siagian.[]