Alur.id
    Berita    Detail Article

Penrad Siagian: DPD RI Harus Jadi Penjaga Keseimbangan Negara, Bukan Pelengkap Parlemen

Penrad Siagian

Jakarta — Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dari Sub Wilayah Barat I, Pdt. Penrad Siagian, menyampaikan laporan hasil kegiatan reses masa sidang V tahun 2024–2025 dalam rapat paripurna DPD RI di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 24 Juni 2025.

Perjuangan memulihkan keseimbangan antara pusat dan daerah, menjamin bahwa setiap warga negara – di kota maupun desa – berhak mendapatkan layanan yang adil, pendidikan yang layak, dan kesehatan yang setara

Dalam laporannya, Penrad menyoroti berbagai persoalan krusial yang ditemui di daerah pemilihannya, khususnya di lingkup kerja Komite I, Komite III, dan Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD).

Diketahui, Sub Wilayah Barat I DPD RI mencakup beberapa provinsi di Sumatra bagian barat, seperti Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Riau, dan Sumatra Selatan.

"Izinkan saya, menyampaikan catatan dan suara dari daerah-daerah yang telah kami kunjungi dalam masa reses ini. Laporan lengkap aspirasi masyarakat dan daerah telah disampaikan kepada Pimpinan Sidang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan ini," kata Penrad.

Ketimpangan Regulasi dan Lemahnya Otonomi Daerah

Penrad menyampaikan bahwa pelaksanaan Undang-Undang Pemerintahan Daerah masih menyisakan banyak persoalan.

Ia menyoroti terjadinya ketegangan antara kebijakan pusat dan daerah, terutama akibat sentralisasi perizinan melalui UU Cipta Kerja, lemahnya koordinasi alokasi sumber daya, serta tumpang tindih kewenangan antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

"Aspirasi pemekaran wilayah seperti usulan Daerah Otonomi Baru (DOB) di daerah sudah masuk Prolegnas, namun belum mendapatkan tindak lanjut dari pemerintah pusat. Sementara itu, ketidaksesuaian kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota, khususnya di sektor pendidikan menengah, kehutanan, dan infrastruktur, terus memicu kebingungan dalam pelaksanaan program," tegasnya.

Ia juga menekankan pentingnya perjuangan Dana Bagi Hasil (DBH) sektor perkebunan, terutama bagi provinsi Sumatra Utara.

"DBH bagi daerah khusus sektor perkebunan harus menjadi perjuangan bersama agar hasil perkebunan memberi manfaat pembangunan bagi daerah, utamanya Sumatra Utara," tuturnya.

Pelayanan Publik dan Masalah ASN

Dalam bidang pelayanan publik, Penrad menilai banyak masyarakat yang memahami keberadaan Mall Pelayanan Publik (MPP).

Di berbagai wilayah seperti Aceh dan Sumatra Selatan, pelayanan masih diwarnai ketidakhadiran instansi, SOP yang tidak seragam, dan sistem digital yang belum terintegrasi.

"Terkait UU ASN, sistem dan koordinasi pelaksanaan SIASN masih lemah. Honorer yang telah mengabdi lama merasa terpinggirkan dalam mekanisme PPPK. Sentralisasi pengangkatan pejabat justru mengebiri fleksibilitas daerah dalam membangun tim kerja yang sesuai kebutuhan lokal, begitu juga dengan regulasi terkait mutasi ASN," ujar Penrad.

Ia juga mengkritisi keberadaan Permen PAN RB Nomor 6 Tahun 2024 yang menurutnya telah melampaui ketentuan PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang manajemen PNS

"Ketimpangan distribusi ASN terutama di bidang pendidikan dan kesehatan di daerah terpencil seperti Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Bengkulu adalah bukti nyata lemahnya manajemen sumber daya manusia pemerintahan Indonesia," ucapnya.

Kesehatan dan Pendidikan

Dalam lingkup Komite III, Penrad menyoroti pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.

Ia menyebutkan bahwa konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di kalangan remaja terus meningkat, memicu lonjakan obesitas dan diabetes.

Namun, lanjutnya, hingga kini belum ada regulasi yang mengatur iklan MBDK secara ketat.

"Integrasi data kesehatan juga masih terbatas. Edukasi tentang kesehatan belum menjadi bagian utuh dalam kurikulum sekolah. Banyak sekolah di daerah bahkan tidak memiliki ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS) layak, dispenser air minum, atau poster edukasi dasar," jelasnya.

Ia juga menyoroti lemahnya koordinasi antara dinas pendidikan dan dinas kesehatan, yang menyebabkan program intervensi gizi dan pemeriksaan siswa tidak berjalan maksimal.

"Begitu pula dengan penanganan TBC dan DBD, yang terkendala alat terbatas, deteksi lambat, dan masih rendahnya literasi kesehatan. Sehingga, program seperti pemeriksaan kesehatan siswa dan intervensi gizi sering tidak efektif," katanya.

Di sektor pendidikan, kebijakan SPMB 2025 yang menggantikan PPDB dianggap belum menyentuh akar persoalan.

Sekolah di daerah 3T masih menghadapi tantangan berat seperti ketiadaan listrik dan internet.

"Banyak sekolah terpaksa melakukan pendaftaran secara manual. Masalah redistribusi guru, kurangnya sekolah inklusif, dan pungli masih menjadi keluhan utama masyarakat," tukasnya.

Ketahanan Pangan

Lebih lanjut, Penrad mengingatkan bahwa isu ketahanan pangan tidak bisa lagi hanya menjadi jargon. Oleh sebab itu, sambungnya, ketahanan pangan masih menjadi tantangan besar yang harus diselesaikan.

Ia menyampaikan bahwa fluktuasi harga komoditas seperti cabai dan bawang di Lampung dipicu oleh cuaca dan biaya logistik yang mahal, terlebih di wilayah pesisir dan pedalaman.

"Sistem irigasi yang rusak di Sumatra Utara, serta minimnya infrastruktur transportasi dan logistik, membuat distribusi tidak efisien," katanya.

"Program Makanan Bergizi pun belum memiliki landasan hukum daerah yang kuat. Kita butuh regulasi yang mendorong inovasi dan optimalisasi pangan lokal, seperti yang tengah diupayakan di Sumatra Selatan, agar ketahanan pangan tidak hanya menjadi slogan, tetapi kebijakan nyata dan berkelanjutan," sambungnya.

Tujuh Rekomendasi Strategis DPD RI

Penrad pun menyampaikan tujuh rekomendasi strategis yang ditujukan kepada pemerintah pusat:

  1. Mendesak pemerintah pusat melakukan sinkronisasi regulasi nasional dan daerah, terutama terhadap Undang-Undang Pemda dan regulasi turunannya, termasuk regulasi Ketahanan Pangan dan program Makan Bergizi guna mendorong inovasi dan optimalisasi pangan lokal.
  2. Melakukan evaluasi dan pengkajian ulang terkait Dana Bagi Hasil pusat dan daerah yang mengedepankan kepentingan daerah sesuai amanat UU Otonomi Daerah, sehingga daerah tidak hanya menjadi objek eksploitasi SDA bagi pemerintah pusat.
  3. Menuntut evaluasi menyeluruh sistem PPPK dan distribusi ASN, termasuk afirmasi bagi honorer berpengalaman dan sistem rotasi ke daerah 3T.
  4. Menghapus Permen PAN RB No. 6 Tahun 2024 tentang Pengadaan Pegawai ASN Pasal 59 yang menyisakan persoalan-persoalan kemanusiaan bagi PNS kita.
  5. Memperkuat integrasi pelayanan publik berbasis digital yang mudah diakses masyarakat awam, tidak hanya di kota, tapi hingga pelosok desa.
  6. Mendesak pengesahan regulasi pengendalian MBDK serta peningkatan anggaran edukasi dan fasilitas UKS di sekolah-sekolah.
  7. Mengawal perubahan Undang-Undang Sisdiknas agar mampu menjawab tantangan kesenjangan mutu guru, kurikulum, dan infrastruktur.

Menutup pidatonya, Penrad menyerukan agar laporan reses ini tidak hanya menjadi dokumen formal, melainkan digunakan sebagai dasar kerja konkret alat kelengkapan DPD RI dalam menjalankan fungsi pengawasan.

“Kita tidak sedang mengulang laporan tahunan, tapi sedang menegaskan posisi politik bahwa DPD RI adalah pelindung kepentingan daerah dalam tubuh negara kesatuan,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa perjuangan DPD RI bukan sekadar rutinitas sidang dan kunjungan, tapi bagian dari upaya memulihkan keseimbangan antara pusat dan daerah, agar setiap warga negara — di kota maupun desa — mendapatkan pelayanan, pendidikan, dan kesehatan yang setara.

"DPD RI adalah pelindung kepentingan daerah dalam tubuh negara kesatuan. Perjuangan kita bukan sekadar rutinitas sidang dan kunjungan. Perjuangan memulihkan keseimbangan antara pusat dan daerah, menjamin bahwa setiap warga negara – di kota maupun desa – berhak mendapatkan layanan yang adil, pendidikan yang layak, dan kesehatan yang setara," tutup Penrad Siagian.[]