Jakarta - Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) menggelar Diskusi Rakyat Vol.1 dengan tema "Quo Vadis Reforma Agraria; Tanah Untuk Siapa?" pada Selasa, 24 September 2025, bertepatan dengan Hari Agraria dan Tata Ruang.
Negara berkewajiban memastikan pengelolaan tanah untuk kesejahteraan rakyat, tetapi juga negara wajib mengakui hak-hak masyarakat adat
Diskusi yang diselenggarakan oleh Bidang Agraria dan Kemaritiman PP GMKI ini mengungkap persoalan serius dalam tata kelola pertanahan di Indonesia.
Menurut data Kementerian ATR/BPN yang dikutip dalam diskusi tersebut, hampir 48 persen lahan bersertifikat di Indonesia dikuasai oleh hanya 60 keluarga melalui skema Hak Guna Usaha (HGU) maupun Hak Guna Bangunan (HGB).
"Kondisi ini menunjukkan ketimpangan besar yang menjadi akar persoalan kemiskinan dan konflik agraria," demikian tertuang dalam hasil diskusi.
Diskusi juga menyoroti sulitnya masyarakat adat memperoleh pengakuan hak ulayat, yang berujung pada maraknya sengketa tanah di berbagai daerah.
Ketua Bidang Agraria dan Kemaritiman PP GMKI, Semy Luanmasar, menyatakan bahwa praktik monopoli tanah semakin memperlebar jurang sosial-ekonomi masyarakat.
Semy menilai ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia tidak sesuai dengan amanat konstitusi, khususnya Pasal 18B dan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
"Di mana negara berkewajiban memastikan pengelolaan tanah untuk kesejahteraan rakyat, tetapi juga negara wajib mengakui hak-hak masyarakat adat," jelasnya dalam keterangan yang diterima hari ini.
"Namun di lapangan justru menunjukkan dominasi segelintir elite dan lemahnya perlindungan terhadap hak adat," tambah Semy.
Lima Rekomendasi untuk Menteri ATR/BPN
Sebagai gerakan intelektual yang berpihak pada rakyat, GMKI menyerukan kepada Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, untuk mengambil langkah nyata menghentikan konsentrasi penguasaan tanah. Organisasi mahasiswa ini mengajukan lima rekomendasi konkret:
1. Audit dan penertiban tanah guna mengidentifikasi kepemilikan berlebihan
2. Perkuat reforma agraria melalui redistribusi tanah untuk petani dan masyarakat kecil
3. Batasi kepemilikan tanah dan tegakkan sanksi bagi pelanggar
4. Optimalkan pemanfaatan tanah bagi kesejahteraan rakyat kecil
5. Dorong transparansi data penguasaan tanah agar publik bisa ikut mengawasi
Menteri ATR/BPN sebelumnya sudah mengakui adanya ketimpangan dalam penguasaan tanah di Indonesia.
Nusron Wahid juga telah berjanji akan menata ulang sistem pertanahan dengan menerapkan prinsip keadilan, pemerataan, dan keberlanjutan.
GMKI berharap janji tersebut segera diwujudkan dalam kebijakan konkret demi terciptanya keadilan agraria dan kesejahteraan rakyat.
Diskusi ini merupakan bagian dari upaya GMKI untuk terus mengawal isu-isu strategis yang berkaitan dengan kepentingan rakyat Indonesia.[]