Alur.id
    Berita    Detail Article

AIDEA Weeks 2025 Pertemukan AI dengan Seni dan Budaya

AIDEA Weeks 2025

Jakarta - AIDEA Weeks 2025 kembali menyuguhkan ruang dialog yang relevan dan mendalam tentang bagaimana kecerdasan buatan mulai menyentuh ranah-ranah paling manusiawi, yaitu seni, musik, dan budaya.

Di pekan kedua penyelenggaraannya, forum bertajuk "Embracing The New Age of AI" ini mengajak publik untuk menelaah ulang relasi antara teknologi dan ekspresi kreatif.

Berangkat dari sambutan Wakil Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Giring Ganesha Djumaryo, yang menegaskan bahwa AI harus menjadi alat pemberdaya, bukan pengganti seniman, diskusi berkembang ke berbagai sudut pandang.

Tiga sesi utama pekan ini mengupas bagaimana AI memengaruhi cara manusia mencipta, merawat, dan memahami karya seni serta warisan budaya.

Sesi pertama membahas seni visual dalam konteks generative art. Ketika mesin mampu meniru gaya dan menghasilkan karya dalam sekejap, muncul pertanyaan tentang nilai orisinalitas dan hak cipta.

Seniman seperti Rato Tangela dan Eddy Sukmana menyampaikan bahwa AI bisa menjadi mitra kreatif yang membantu proses penciptaan, bukan sekadar alat produksi. Namun, mereka juga menyoroti pentingnya etika dan transparansi dalam penggunaan data serta perlindungan terhadap karya manusia.

Sesi kedua menyoroti pelestarian budaya di era digital. AI dinilai mampu membuka akses terhadap naskah kuno, menerjemahkan teks tradisional, dan menciptakan simulasi budaya yang interaktif. Azhar Muhammad Fuad dan Gustav Anandhita menekankan bahwa teknologi harus digunakan dengan mempertimbangkan nilai spiritual dan historis yang melekat pada budaya lokal.

AI, menurut mereka, bisa menjadi jembatan antara generasi muda dan tradisi, asalkan digunakan dengan kepekaan terhadap konteks.

Sesi terakhir membahas industri musik yang kini berada dalam pusaran transformasi. AI telah mampu menciptakan melodi, meniru suara, bahkan memproduksi lagu secara utuh. Di satu sisi, ini membuka peluang eksplorasi baru bagi musisi independen. Di sisi lain, muncul kekhawatiran akan hilangnya identitas kreatif dan sumber penghidupan.

Noor Kamil dan Tuan Tigabelas menekankan bahwa meski AI dapat mempercepat proses produksi, esensi musik tetap harus lahir dari pengalaman dan kepekaan manusia. Teknologi, kata mereka, hanya akan bermakna jika digunakan dengan kesadaran dan pemikiran kritis.

"Produksi musik dengan Al itu seru dan sangat membantu. Tapi tetap ada sisi positif dan negatifnya. Dari proses kreatif terutama untuk demo, rasa dan pengalaman tetap harus datang dari artisnya sendiri," kata Noor Kamil.

"Harus ada critical thinking dari kita. Mau membuat lirik dengan prompt seperti apa pun, pada akhirnya kembali pada critical thinking kita, karena Al itu hanya asisten," ujar dia.

Melalui AIDEA Weeks 2025, publik diajak untuk tidak hanya memahami teknologi sebagai alat, tetapi juga sebagai entitas yang menantang cara kita memaknai kreativitas dan warisan budaya.

Di tengah gelombang inovasi, forum ini menjadi pengingat bahwa nilai-nilai kemanusiaan tetap harus menjadi kompas dalam setiap langkah menuju masa depan. []